Quantcast
Channel: MIMBAR KATA
Viewing all 955 articles
Browse latest View live

songket sampai ke siak

$
0
0
Sejarah Tenun Songket sampai ke Tanah Melayu Siak: Dibawa Orang dari Kerajaan Terengganu, Dikembangkan oleh Tengku Maharatu



Tengku Maharatu, permaisuri kedua Sultan Syarif Kasim II (gambar kiri) dan para puteri di Kesultanan Siak dalam pendidikan di LatifahSchool (gambar kanan). (foto: http://chroniclid.blogspot.co.id/)


PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Orang pertama yang memperkenalkan tenun ini adalah seorang pengrajin yang didatangkan dari Kerajaan Terengganu Malaysia pada masa Kerajaan Siak diperintah oleh Sultan Sayid Ali.Seorang wanita bernama Wan Siti binti Wan Karim dibawa ke Siak Sri Indrapura, beliau adalah seorang yang cakap dan terampil dalam bertenun dan beliau mengajarkan bagaimana bertenun kain songket. Karena pada saat itu hubungan kenegerian Kesultanan Siak dengan negeri-negeri Melayu di semenanjung sangat lah erat, terutama juga dalam hal seni dan budaya Melayu yang satu.

Pada awalnya tenun yang diajarkan adalah merupakan tenun tumpu dan kemudian bertukar ganti dengan menggunakan alat yang dinamakan dengan "kik", dan kain yang dihasilkan disebut dengan kain tenun Siak (masuk wilayah Provinsi Riau).

Pada awalnya kain tenun Siak ini dibuat terbatas bagi kalangan bangsawan saja terutama Sultan dan para keluarga serta para pembesar kerajaan di kalangan Istana Siak. Kik adalah alat tenun yang cukup sederhana dari bahan kayu berukuran sekitar 1 x 2 meter.

Sesuai dengan ukuran alatnya, maka lebar kain yang dihasilkan tidaklah lebar sehingga tidak cukup untuk satu kain sarung, maka haruslah di sambung dua yang disebut dengan kain "berkampuh".

Akibatnya untuk mendapatkan sehelai kain, terpaksa harus ditenun dua kali dan kemudian hasilnya disambung untuk bagian atas dan bagian bawah yang sudah barang tentu memakan waktu yang lama. Dalam bertenun memerlukan bahan baku benang, baik sutera ataupun katun berwarna yang dipadukan dengan benang emas sebagai ornamen (motif) atau hiasan.

Dikarenakan benang sutera sudah susah didapat, maka lama kelamaan orang hanya menggunakan benang katun. Dan pada saat ini pula kain tenun songket siak dikembangkan pula pembuatannnya melalui benang sutera. Nama-nama motif tenun songket Riau itu antara lain, pucuk rebung, bunga teratai, bunga tanjung, bunga melur, tapuk manggis, semut beriring, siku keluang. Semua motif ini dapat pula saling bersenyawa menjadi bentuk motif baru.

Tokoh Wanita Melayu Riau yang sangat berperan dalam mengembangkan kerajinan kain tenun songket Melayu Siak di Riau adalah Tengku Maharatu. Tengku Maharatu adalah permaisuri Sultan Syarif Kasim II yang kedua, setelah permaisuri pertama, Tengku Agung meninggal dunia.

Dia melanjutkan perjuangan kakaknya dalam meningkatkan kedudukan kaum perempuan di Siak dan sekitarnya, yaitu dengan mengajarkan cara bertenun yang kemudian dikenal dengan nama tenun Siak. Tenun Siak yang merupakan hasil karya kaum perempuan telah menjadi pakaian adat Melayu Riau yang dipergunakan dalam pakaian adat pernikahan dan upacara lainnya.

Berkat perjuangan permaisuri pertama yang dilanjutkan oleh permaisuri kedua, perempuan yang tamat dari sekolah Madrasatun Nisak dapat menjadi mubalighat dan memberi dakwah, terutama kepada kaum perempuan.

Tenunan yang lazim di sebut songket itu dalam sejarah yang panjang telah melahirkan beragam jenis motif, yang mengandung makna dan falsafah tertentu. Motif-motif yang lazimnya di angkat dari tumbuh-tumbuhan atau hewan (sebagian kecil) di kekalkan menjadi variasi-variasi yang serat dengan simbol-simbol yang mencerminkan nilai-nilai asas kepercayaan dan budaya melayu.

Selanjutnya, ada pula sebagian adat istiadat tempatan mengatur penempatan dan pemakaian motif-motif dimaksud, serta siapa saja berhak memakainya. Nilainya mengacu kepada sifat-sifat asal dari setiap benda atau makhluk yang dijadikan motif yang di padukan dengan nilai-nilai luhur agama islam. Dengan mengacu nilai-nilai luhur yang terkandung di setiap motif itulah adat resam tempatan mengatur pemakaian dan penempatannya, dan menjadi kebanggaan sehingga diwariskan secara turun temurun.

Orang tua-tua menjelaskan bahwa kearifan orang melayu menyimak islam sekitarnya memberikan mereka peluang besar dalam memilih atau menciptakan motif. Hewan yang terkecil seperti semut, yang selalu bekerja sama mampu membuat sarang yang besar, mampu mengangkat barang-barang yang jauh lebih besar dari badannya, dan bila bertemu selalu berangkulan, memberi ilham terhadap pencintaan motif untuk mengabadikan perihal semut itu dalam motif tersebut sehingga lahirlah motif yang dinamakan motif semut beriring.

Begitu pula halnya denagn itik yang selalu berjalan beriringan dengan rukunnya melahirkan motif itik pulang petang atau itik sekawan. Hewan yang selalu memakan yang manis dan bersih (sari bunga), kemudian menyumbangkannya dengan mahkluk lain dan bentuk madu dan selalu hidup berkawan-kawan dengan damainya melahirkan pula motif lebah bergantung atau lebah bergayut.
Bunga-bungaan yang indah, wangi dan segar melahirkan motif-motif bunga yang mengandung nilai dan filsafah keluhuran dan kehalusan budi, keakraban dan kedamaian seperti corak bunga setaman, bunga berseluk daun dan lain-lain. Burung balam, yang selalu hidup rukun dengan pasangannya, melahirkan motif balam dua setengger sebagai cermin dari kerukunan hidup suami istri dan persahabatan.



Ular naga, yang dimitoskan menjadi hewan perkasa penguasa samudra, melahirkan motif naga berjuang serindit mencerminkan sifat kearifan dan kebijakan. Motif puncak rebung dikaitkan dengan kesuburan dan kesabaran. Motif awan larat dikaitkan dengan kelemah-lembutan budi, kekreatifan, dan sebagainya.

Dahulu setiap pengrajin diharuskan untuk memahami makna dan falsafah yang terkandung di dalam setiap motif. Keharusan itu dimaksudkan agar mereka pribadi mampu menyerat dan menghayati nilai-nilai yang dimaksud, mampu menyebarluaskan, dan mampu pula menempatkan motif itu sesuai menurut alur dan patutnya. Karena budaya melayu sangat ber-sebati dengan ajaran islam, inti sari ajaran itu terpateri pula dengan corak seperti bentuk segi empat dikaitkan dengan sahabat Nabi Muhammad SAW yang berempat, bentuk segi lima dikaitkan dengan rukun islam, bentuk segi enam dikaitkan dengan rukun iman, bentuk wajik dikaitkan dengan sifat Allah yang maha pemurah, bentuk bulat dikaitkan dengan sifat Allah yang maha mengetahui dan penguasa alam semesta, dan sekitarnya.

Menurut orang tua Melayu Riau, makna dan falsafah di dalam setiap motif, selain dapat meningkatkan minat-minat orang untuk menggunakan motif tersebut, juga dapat menyebar-luaskan nilai-nilai ajaran agama Islam yang mereka anut, itu lah sebabnya dahulu pengrajin diajarkan membuat atau meniru corak. Ungkapan adat mengatakan :

Di dalam pantun banyak penuntun
Bertuah orang berkain songket Coraknya banyak bukan kepalang
Petuahnya banyak bukan sedikit
Hidup mati di pegang orang
Kain songket tenun melayu
Mengandung makna serta ibarat
Hidup rukun berbilang suku Seberang kerja boleh di buat
Bila memakai songket bergelas
Di dalamnya ada tunjuk dan ajar
Bila berteman tulus dan ikhlas
Kemana pergi tak akan terlantar

Khazanah songket Melayu amatlah kaya dengan motif dan serat dengan makna dan falsafahnya, yang dahulu dimanfaatkan untuk mewariskan nilai-nilai asas adat dan budaya tempatan. Seorang pemakai songket tidak hanya sekedar memakai untuk hiasan tetapi juga untuk memakai dengan simbol-simbol dan memudahkannya untuk mencerna dan menghayati falsafah yang terkandung di dalamnya. Kearifan itulah yang menyebabkan songket terus hidup dan berkembang, serta memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan mereka sehari-hari. ***

Sumber:
[1] Riaudailyphoto.com
[2] Sejarah Tenun Songket Siak Melayu Riau


potretnews


Asal Muasal Keindahan Tenun Siak yang Memukau
25 Sept 2017



Bidal tua Melayu bertuliskan “Dari kapas menjadi benang. Pilin benang menjadi kain” merupakan tugu pengingat dan menjadi simbol kreatifitas masyarakat Siak dalam mengubah kapas menjadi tenunan yang bernilai berharga. Tenun Siak, sebagaimana namanya, adalah tenunan tradisional yang dibuat oleh masyarakat Siak, Provinsi Riau. Tenun Siak sudah ada sejak Siak masih berupa kesultanan yang dipimpin oleh Tengku Said Ali.

Sejarahnya pekerjaan menenun hanya dikenal sebagai pekerjaan sambilan di dalam lingkungan istana saja. Namun, seiring perkembangan zaman tenun Siak dapak dibuat oleh masyarakat kalangan biasa.

Dialah Tengku Maharatu, seorang tokoh Melayu Riau yang sangat berperan dalam mengembangkan kerajinan kain tenun songket Melayu Siak di Riau. Tengku Maharatu merupakan permaisuri Sultan Syarif Kasim II yang kedua. Setelah permaisuri pertama, Tengku Agung meninggal dunia, dia melanjutkan perjuangan kakaknya tersebut dalam meningkatkan kedudukan kaum perempuan Siak di lingkungannya, yakni dengan cara mengajarkan bertenun yang hasil karyanya hingga kini disebut dengan Tenun Siak.



Tenun Siak yang merupakan hasil karya perempuan Melayu telah menjadi pakaian adat Melayu Riau yang kerap dipergunakan dalam upacara adat pernikahan dan upacara lainnya.

Pada awalnya tenun yang diajarkan merupakan tenun tumpu dan kemudian diganti menggunakan alat yang dinamakan dengan Kik. Kik merupakan alat tenun yang cukup sederhana dari bahan kayu berukuran 1 x 2 meter. Karena ukurannya inilah, KIK tidak mampu menghasilkan kain tenun yang lebar, sehingga perlu digabungkan untuk dapat menjadi kain sarung. Kain tenun yang telah digabungkan ini disebut dengan kain “Berkampuh”.

Tenun Siak telah melalui sejarah panjang dan kini mempunyai ragam motif dan corak yang variatif. Motif-motif yang kerap dipakai adalah tumbuh-tumbuhan dan hewan. Konon kearifan orang Melayu dalam menyimak ajaran Islam dan alam sekitar telah memberikan mereka banyak inspirasi dalam menciptakan motif. Beberapa motif yang dikenal saat ini antara lain:

Motif Flora: ampuk manggis, bunga tratai, bunga kenanga, bunga kundur, akar berjalin, pucuk dara, bunga melur, bunga tanjung, bunga hutan, kaluk paku, daun pandan, tampuk pedade, bunga cina, daun sirih.
Motif fauna: semut beriring, siku keluang, ayam-ayaman, itik sekawan, balam dua, naga-nagaan, ikan-ikanan, ulat.
Motif Alam: potong wajid, bintang-bintang, jalur-jalur, pelangi-pelangi, awan larat, perahu, sikat-sikat bulan sabit.

mahligai

istana peraduan siak

$
0
0
Akhirnya Istana Peraduan Sultan Siak Jatuh ke Pangkuan Pemkab
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews


Foto: Mohamad Arief Rizky/d'Traveler

Pekanbaru - Perebutan bangunan Istana Limas Sultan Siak dengan Pemkab Siak di Riau yang berjalan bertahun-tahun, akhirnya berujung pada putusan Mahkamah Agung (MA). Hasilnya, Istana Limas itu bagian cagar budaya yang harus dikelola Pemkab Siak.

Istana Limas ini lokasi satu komplek dengan areal Istana Siak yang ada di pusat Kota Siak Sri Indrapura di Kab Siak. Posisinya sebelah kiri bangunan utama Istana yang jaraknya hanya belasan meter saja. Bangunannya berbentuk rumah yang kira-kira luasannya 7m x 7 m.
Akhirnya Istana Peraduan Sultan Siak Jatuh ke Pangkuan Pemkab


Bangunan inilah yang menjadi 'rebutan' bertahun-tahun lamanya antara keluarga Sultan Siak yakni sultan Syarim Kasim II. Perebutan siapa paling layak menguasai Istana Limas ini sudah sejak tahun 2009 silam. Keluarga sultan sendiri menempatinya sejak era tahun 60-an.

Ketika itu Pemda Siak meminta kepada keluarga Sultan agar menyerahkan Istana Limas itu ke Pemda Siak bagian dari satu kesatu cagar budaya Istana Siak. Perundingan demi perundingan terus dilakukan. Pendekatan pun dilaksanakan secara damai. Pun itu tidak membuahkan hasil. Keluarga Sultan Siak merasa juga memiliki istana Limas itu bagian dari harta waris mereka.

Singkat cerita, persoalan inipun bermuara ke ranah hukum. Pada tahun 2010 silam, Pemkab Siak melayangkan gugatan perdata atas istana itu untuk dikembalikan bagian dari cagar budaya.
Akhirnya Istana Peraduan Sultan Siak Jatuh ke Pangkuan Pemkab


Dalam putusan di Pengadilan Negeri (PN) Siak, memenangkan Pemkab Siak. Tak puas atas putusan itu, keluarga Sultan Siak terdiri dari, Syarriefah Soud, Syariefah Faizah, Syaed Hasim dan Syaed Lukman melakukan upaya banding untuk mempertahankan istana yang duluan tempat Peraduan (istirahat) Sultan. Pihak keluarga sultan juga meminta ganti rugi ke Pemkab Siak jika mereka harus meninggalkan istana itu.

Dalam upaya banding di Pengadilan Tinggi (PT) Riau, lagi-lagi Pemkab Siak yang menang.

Pada tahun 2012, pihak keluarga Sultan melakukan upaya kasasi karena kalah di PT Riau. Dua tahun setelahnya, MA menguatkan putusan PT Riau dan PN Siak. Artinya perjuangan keluarga sultan pun kandas. Hanya saja dalam amar banding soal tuntutan ganti rugi dikabulkan Rp 2,5 miliar.

Putusan MA disebutkan, bahwa komplek Istana Siak Sri Indrapura yang terdiri dari Asserayah Hasyimiah. Istana Perpaduan, Istana Limas, Istana Panjang dilengkapi kolam dan taman, dengan luas sekitar 20.030 m2 yang terletak di Jl Sultan Syarif Kasim II, Desa Kampung Dalam Kec Siak, Kabupaten Siak Sri Indrapura, Provinsi Riau adalah merupakan peninggalan bersejarah yang telah ditetapkan pemerintah.

MA mengadili menolak permohonan kasasi keluarga Sultan yang diputuskan pada Kamis 26 Juni 2014. Putusan itu diketuai hakim majelis hakim agung Djafni Djamal.

"Kami pun memberikan dana sagu hati Rp 2,5 miliar kepada keluarga Sultan sudah diserahkan di PN Siak pada akhir 2016 lalu," kata Kabag Hukum Pemda Siak, Jon Efendi dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (1/11/2017).

Setelah dilakukan penerimaan ganti rugi dengan keluarga Sultan di PN Siak, kata Jon, pada pertengahan 2017 pihak keluarga sultan pun meninggalkan Istana Limas tersebut.

"Sekarang bangunan istana Limas sudah dikelola Pemkab Siak sebagai bagian dari cagar budaya yang menyatu dengan Istana Siak," kata Jon.
(cha/asp)

detiknews

perang tanah melayu

$
0
0

perang di Singapura, Februari 1942



Meratapi pemergian anaknya yang terkena serpihan bom dalam salah satu serangan akhir Jepun sejurus sebelum kejatuhan Singapura, 13 Februari 1942


Satu pasukan tentera Jepun tentera mendarat di Pantai Sarimbun, Februari 1942

10 Februari 1942 - Tentera Jepun menghadapi kehilangan nyawa teramai di Singapura. Krew anti-kereta kebal dan mortar Australia menghala tembakan mereka ke arah Tambak Johor. Tentera Jepun juga ramai terkorban akibat terkepung dalam tumpahan minyak yang terbakar


hari-hari terakhir di singapura


POW dari British Suffolk Regiment, 14 Februari 1942


Lt. Jeneral Arthur E. Percival, Pegawai Pemerintah Tertinggi Tentera British di Malaya sedang merundingkan penyerahan diri dengan Lt. Kolonel Sugita Ichiji


POW bergerak menuju ke Changi, Februari 1942



Jeneral Tomoyuki Yamashita dikenali sebagai "The Tiger of Malaya" berjaya memimpin tenteranya menawan Tanah Melayu dalam masa 70 hari sahaja.


Askar Melayu bangkit mempertahankan Singapura di salah satu medan 
di Singapura pada 10 Februari 1942.


Lt. Adnan Saidi bersama rakan-rakan seperjuangan berjuang sehingga kehabisan peluru dari 12 hingga 14 Februari, 1942. Mereka gugur di Bukit Chandu. Keesokan harinya pada 15 Februari 1942, British menyerah kalah. Walau pun peperangan ini di antara British dan Jepun masakan beliau dan rakan-rakannya hanya jadi 'pemerhati' sahaja. Berjaya membuktikan anak negeri berani dan sanggup berkorban hingga ke titisan darah terakhir. Mereka meletakkan asas penubuhan RAMD yang menjadi teras kekuatan ATM. 
Apakah orang di Malaysia tidak berasa bangga?


Tentera Jepun 'membersihkan' Kuala Lumpur dari saki-baki tentangan, 11 Januari 1941



Royal Engineers bersedia meletupkan sebuah jambatan bagi melengahkan kemaraan bala tentera Jepun.


18th Division dari 25th Imperial Japanese Army memulakan usaha pendaratan jam 00.30 pagi waktu tempatan, 8 Disember 1941. Pearl Harbour pula akan diserang kira-kira 50 minit kemudian (jam 01.18 pagi waktu tempatan), pagi 7 Disember waktu US. Tiba di pantai dalam 4 kumpulan jam 00.45 tetapi terperangkap dengan serangan bertalu-talu dari Indian 9th Infantry Division. Menjelang pertengahan pagi barulah 3 battalion penuh Takumi Detachment berjaya mendarat. Mereka tiba di Kota Bharu pada 10.30 dan hanya dapat menguasainya pada 9 Disember 1941 apabila tentera British mendapat kebenaran untuk berundur. (Gambar sekadar hiasan untuk menggambarkan suasana pertempuran).


Lt. General Takuro Matsui,(berkaca mata) Pegawai Pemerintah 5th Division yang menyerang dari sempadan Thailand setelah mendarat di pantai Singgora dan Patani. Foto diambil di Singapura.


Anggota-anggota Batalion Pertama Regimen Askar Melayu (Malay Regiment) yang baru ditubuhkan berlatih menggunakan bayonet Mereka bersama Lt. Adnan Saidi berjuang hingga ke titisan darah terakhir di Bukit Chandu. Berikutan kekalahan tersebut British telah menyerah kalah

sumber 



rukun negara

$
0
0
W A W A N C A R A

PERKASAKAN RUKUN NEGARA
17 Jun 2018

MUKADIMAH: PROFESOR EMERITUS TAN SRI DR .KHOO KAY KIM, 81, merupakan antara sarjana yang terlibat merangka dan menjadi penulis lima prinsip Rukun Negara yang menjadi pegangan dan asas penyatuan rakyat berbilang kaum di negara ini selepas tragedi berdarah 13 Mei 1969.

Ketika ditemu bual oleh wartawan Mingguan Malaysia, SAHIDAN JAAFAR , beliau meminta kerajaan memperkasakan semula Rukun Negara yang menjadi pengikat perpaduan kaum.
Katanya, prinsip Rukun Negara itu wajib diamalkan bagi membina sebuah negara bangsa yang berdaulat dan disegani.

Sebagai seorang pakar sejarah, Kay Kim melihat lima prinsip Rukun Negara itu perlu diajar bagi menyemai semangat patriotik dalam kalangan rakyat seawal usia di bangku sekolah lagi.
“Sekarang, guru pun tak tahu apa itu Rukun Negara,” kata Kay Kim ketawa. Bukan itu saja, rakyat juga tidak diberi kefahaman mendalam mengenai perjalanan institusi Raja Berperlembagaan yang menjadi prinsip kedua Rukun Negara.
“Misalnya, mereka tidak tahu apa yang berlaku pada tahun 1957 (merdeka). "Dalam masyarakat Melayu ‘Raja Berdaulat’ menjadi ‘Raja Berperlembagaan’," katanya.



MINGGUAN: Boleh Tan Sri huraikan mengapa lima prinsip Rukun Negara yang dirangka selepas peristiwa 13 Mei 1969 masih penting dan relevan sebagai alat perpaduan kaum di negara ini?

KAY KIM: Terciptanya lima prinsip Rukun Negara itu disebabkan oleh peranan penting dimainkan obekas Menteri Dalam Negeri, ketika itu Tun Ghazali Shafie (digelar King Ghaz) selepas peristiwa 13 Mei 1969.

Lima prinsip Rukun Negara itu yang kita rangka bersama kaum-kaum Melayu, Cina, India dan lain-lain wajib difahami, diterima dan diamalkan oleh semua lapisan masyarakat kita.

Semasa kita merangka lima prinsip Rukun Negara ini pada tahun 1969, kita meletakkan prinsip pertama, ‘Kepercayaan Kepada Tuhan’ setelah kita melihat terlebih dahulu macam mana suasana masyarakat era itu.

Sebahagian besar masyarakat ketika itu, kita dapati sudah ada agama. Tidak kira apa agama mereka anuti, mereka sudah percaya adanya Tuhan. Kita sebagai ahli-ahli panel Rukun Negara percaya semua bangsa di negara ini memiliki agama masing-masing dan tidak ada yang tidak beragama (ateis).

Tapi, sekarang ada orang berkata, oh, Malaysia sudah jadi negara sekular. Bukan, banyak agama di Malaysia. Orang sekular tak percayakan Tuhan. Prinsip pertama tidak perlu bimbang. Sesetengah orang bimbang, kata dia ateis dan tidak percaya Tuhan. Sebab majoriti di negara ini ada agama, jadi seorang dua nak jadi ateis, okeylah (ketawa).

Kita yakin seseorang yang mempercayai kewujudan Tuhan pastinya mereka lebih berdisiplin, memiliki tingkah laku yang baik dan bersikap terpuji sepanjang masa. Melalui sifat terpuji seperti disiplin diri dengan baik, itulah yang menyebabkan rakyat sentiasa memikirkan kebajikan orang lain dan memiliki sifat-sifat penyayang.

Misalnya, mereka tidak tahu apa yang berlaku pada tahun 1957. Dalam masyarakat Melayu ‘Raja Berdaulat’ menjadi ‘Raja Berperlembagaan’. Dahulu Raja Berdaulat tetapi selepas 31 Ogos 1957, mereka jadi ‘Raja Berperlembagaan’. Jadi Perlembagaan sekarang adalah undang-undang tertinggi negara.

Prinsip kedua, Kesetiaan Kepada Raja dan Negara, itu memang amat penting dihayati semua rakyat. Sebagai rakyat,kita wajib menghormati Yang di-Pertuan Agong sebagai Ketua Negara Malaysia, setia kepada Raja-Raja Melayu di negeri-negeri dan memberikan taat setia demi kepentingan negara.

Prinsip Rukun Negara ini dirangka sebegitu rupa supaya mudah tersemat di sanubari setiap rakyat kita bagi membentuk sebuah masyarakat yang harmoni dan saling memahami antara satu kaum dengan kaum yang lain. Kalau tidak setuju, berbincang, jangan bergaduh.

Pada pendapat Tan Sri, perlukah semangat patriotik itu disemai di sekolah supaya rakyat ada rasa cinta kepada negara sendiri?

KAY KIM: Perkara ini ada disebut oleh sasterawan terkenal India, Rabindranath Tagore, (penerima Anugerah Nobel bagi Kesusasteraan). Beliau berkata: “Untuk membina negara bangsa terlebih dahulu bina sekolah!”

Tagore berkata perkara itu pada tahun 1927. Orang sekarang pun tak tahu siapa Tagore. Beliau pernah diundang ke Malaysia memberikan ceramah. Sebelum ada semangat patriotik, mereka (rakyat) mesti faham apa itu ‘negara’.



Misalnya bangsa selalu diterjemahkan sebagai kerajaan. Itu Salah. Bangsa dalam bangsa Inggeris government adalah salah. Bangsa berertination bila diterjemahkan dalam bahasa Inggeris. Sebab bila United Nations (UN) ditubuhkan, kita sebut Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu (PBB). Mereka tidak tahu kerajaan bukan goverment. Kerajaan itu Kingdom. Maksudnya bila ada raja, ada kerajaan. Di negara ini kerajaan bukan perkara biasa saja. Lama ceritanya.

Kalau ikut tradisi, ia bermula semasa Kerajaan Srivijaya ditubuhkan oleh keturunan Raja Iskandar Zulkarnain. Apa yang sangat penting ialah Iskandar Zulkarnain ada daulat. Hanya kerajaan di Perlis dan Johor moden tidak dikaitkan dengan Iskandar Zulkarnain. Sebab, Perlis ditubuhkan oleh Siam.

Kerajaan Siam pernah menakluki Kedah suatu masa dulu. Bila Siam berundur, Siam asingkan Perlis. Johor pula ditubuhkan oleh Queen Victoria. Sebab itu bila kita jumpa Sultan Johor, kita tak sembah sebab daulatnya daripada Queen Victoria.

Tengok, Selangor yang telah dikuasai orang Bugis pada 1745. Tapi pada masa itu Raja Bugis tak gunakan gelaran Sultan sebab belum ada daulat. Pada 1766, Raja Lumu, Raja Orang Bugis belayar ke Kota Lumut di Perak dan di situ Sultan Mahmud tabalkan Raja Lumu sebagai Sultan dan memakai gelaran Sultan Salehuddin. Tengok bagaimana ada-adat istiadat tradisi dipatuhi.

Dahulu, kalau rakyat tidak tunduk kepada Raja, mereka akan ditimpa daulat. Kepercayaan dahulu, macam-macam boleh berlaku bila ditimpa daulat. Sebab, sekolah tidak titik beratkan sejarah, maka semangat patriotik tidak ada dalam kalangan orang muda. Mereka tidak tahu bagaimana sesebuah kerajaan itu diasaskan. Macam mana kita mahu semai semangat patriotik.

Adakah hak-hak keistimewan orang Melayu masih relevan di negara ini?

KAY KIM: Sistem (pemerintahan) kita, mengamalkan negara demokrasi. Jadi rakyat yang menentukan. Kita ada sistem Parlimen dan Raja Berperlembagaan.

Adalah menjadi kewajipan setiap rakyat yang taat setia menjunjung keutuhan Perlembagaan tanpa soal, sebagai cara hidup bersama.

Pada zaman moden semua bergantung kepada undang-undang. Perlembagaan adalah udang-undang tertinggi negara. Semua undang-undang lain yang bertentangan dengan Perlembagaan tidak sah.

Misalnya undang-undang yang menyekat kebebasan bersuara tidak sah. Rakyat berhak bersuara. Kalau kita hendak pinda Perlembagaan mesti ada dua pertiga majoriti di Parlimen. Tapi, sekiranya ada apa-apa perkara yang memberi kesan kepada orang Melayu, pindaan itu mestilah diperkenan dan disahkan oleh Persidangan Majlis Raja-Raja.

Sebab, kita ada Fasal 153, melibatkan kepentingan hak dan keistimewaan orang Melayu.

Fasal 153 (1) menyebut: “Menjadi tanggungjawab Yang di-Pertuan Agong untuk melindungi kedudukan keistimewaan orang Melayu dan anak-anak negeri mana-mana antara negeri Sabah dan Sarawak dan kepentingan sah kaum-kaum lain mengikut peruntukan Perkara ini”.

Fasal 153 (2) pula menyebut: “Walau apa-apa pun dalam Perlembagaan ini tetapi tertakluk kepada peruntukan Perkara 40 dan peruntukan perkara ini, Yang di-Pertuan Agong hendaklah menjalankan fungsinya di bawah Perlembagaan ini dan undang-undang Persekutuan mengikut apa-apa cara yang perlu untuk melindungi kedudukan istimewa orang Melayu dan anak-anak negeri Sabah dan Sarawak...”

Kalau ada apa-apa yang memberi kesan kepada kedududukan orang Melayu, Persidangan Majlis Raja-Raja mestilah bersetuju. Kalau tidak, apa-apa pindaan pun, majoriti dua pertiga di Parlimen sudah cukup.

Menghormati Perlembagaan, adalah salah satu prinsip Rukun Negara selain rules of law atau kedaulatan undang-undang, serta kesopanan dan kesusilaan.

Bagaimana Tan Sri lihat parti-parti berlainan ideologi dalam Pakatan Harapan (PH) boleh bersatu membentuk kerajaan yang baru?

KHOO KAY KIM: Nampak sekarang ahli politik sudah sedar, rakyat sangat-sangat berkuasa. Kalau PH masih mahu teruskan pemerintahan, mereka perlu mendapat persetujuan rakyat dalam apa-apa perkara melibatkan kepentingan masyarakat dan negara.

Sebab, dalam sistem demokrasi rakyat yang memerintah negara. Mereka yang berada di Parlimen itu dipilih berkhidmat untuk rakyat.

Mereka hanya wakil kepada rakyat. Kerajaan mesti sentiasa memahami apa yang sedang berlaku dan apa saja masalah yang dihadapi rakyat perlu diselesaikan. Kerajaan mesti sentiasa patuh kepada rakyat. Sebab, rakyat sekarang bukan jahil macam dahulu. Golongan muda terutama sekali mereka faham banyak perkara.

Saya sendiri sudah lama mahu negara ini menitik beratkan kemajuan dan kecemerlangan dalam segala aspek. Misalnya, kita nak melatih pemuda Melayu, kita mesti mencari guru yang paling baik, baru mereka dapat faedah. Kalau kita pilih berasaskan kaum, tetapi tidak berkebolehan dan cemerlang, mereka tidak dapat apa-apa faedah.

Saya rasa keputusan Pilihan Raya Umum ke-14 (PRU-14) menunjukkan mereka (parti-parti dalam PH) boleh bekerjasama tetapi bukan 'bersatu'. Jangan gunakan istilah bersatu (penyatuan). Mereka bukan tidak mahu bekerjasama tapi jangan paksa mereka bersatu.

Dahulu, ada cogan kata dalam bahasa Inggeris: United we stand, divided we fall (Bersatu kita teguh, bercerai kita roboh). Sebab, orang yang mungkin budayanya Cina, dia mahu budaya mereka itu dikekalkan untuk diamalkan sampai bila-bila.

Tapi, kalau kita minta mereka bekerjasama, setiap kaum mesti faham tentang (identiti) kaum yang lain. Tapi, selama ini kita tidak memberikan keutamaan kepada soal (kefahaman) itu.

Jadi di sini setiap kaum jahil tentang kaum lain. Misalnya, bahasa Tamil, bahasa ibunda orang India. Salah! Bagaimana dengan bahasa Malayalam, Urdu dan Punjabi. Dan orang Cina beragama Buddha. Orang Cina apa agama pun ada (Islam, Kristian, Hindu). Yang paling ramai Kristian itu orang Cina kan?

Tapi, orang kita tak faham. Apa orang bukan Islam tahu tentang Islam? Langsung tak tahu walaupun Islam itu agama rasmi di Malaysia. Sebab kefahaman itu tidak diterangkan kepada mereka.Padahal kita dahulu dalam akhbar Inggeris banyak perbincangan tentang agama Islam.

Laporan perbincangan itu boleh dikutip dan diterbitkan semula, supaya orang bukan Islam boleh baca dan memahaminya. Kita tak mahu paksa mereka berasimilasi. Biarkan mereka bekerjasama seperti sahabat yang akrab. Apa yang mereka paling takut ialah kalau mereka dipaksa ‘bersatu’ jadi setiap kaum akan hilang kebudayaan (identiti) bangsa dan sebagainya. Ini soal bekerjasama sahaja.

Sebenarnya, saya juga terperanjat, sebab kita tengok Barisan Nasional (BN) sudah berapa lama tidak pernah dicabar, tiba-tiba hilang (kuasa) selepas 60 tahun memerintah. Apa yang kita nampak, BN tidak lagi disenangi oleh orang muda.

Apakah punca perubahan-perubahan yang berlaku dalam kalangan golongan muda hari ini?

KHOO KAY KIM: Sistem pendidikan selepas tahun 1957 (merdeka) tidak lagi memberi tumpuan pendidikan kepada golongan muda. Dahulu, masa saya di sekolah lain. Sekolah ketika itu banyak mengajar golongan muda berfikir. Sekarang saya terperanjat, bila saya tawarkan kursus di pusat sukan, saya dapati penuntut zaman sekarang mempunyai sikap yang lain. Tapi kali ini, mereka (pelajar) tidak berminat.

Saya dapati penuntut zaman sekarang sudah biasa menghafal buku, bukan memahami dan kemudian memberi jawapan sendiri. Bila saya tidak memberikan jawapan, mereka tidak berminat. Mereka tidak suka. Dahulu, kami begitu tertarik pada mata pelajaran yang kita pilih bukan dipaksa. Kali ini tidak.

Pernah semasa saya jadi Pengarah Sukan, saya tawarkan kursus sijil sukan untuk guru. Jadi mereka perlu datang pada hari Jumaat dan Sabtu untuk kursus. Saya dapat lebih 100 peserta. Mereka datang secara sukarela. Mereka (guru) ini dilatih sebelum tahun 1957.



Zaman dahulu, kami memang begitu. Sekarang, mereka mahu guru sebut dulu apakah jawapan untuk soalan ini kemudian baru mereka menghafal. Kita tidak memberi mereka kesempatan untuk memberikan jawapan berasaskan kepercayaan diri sendiri, bukan jawapan guru semestinya betul.

Zaman saya, kalau nak dapat 70 markah cukup susah. Sebab, kami selalu diberi soalan, contohnya: “Bolehkah kita anggap Tun Perak sebagai Bendahara Melaka yang paling istimewa?”

Dahulu, kita boleh jawab setuju atau tidak setuju. Berikan sebab-sebabnya. Sekarang tidak. Cuma ada satu jawapan saja. Setuju. Murid dapat markah yang tinggi. Kalau tak setuju, murid gagal. Dahulu, semasa di sekolah ada perbahasan, sekarang tidak ada lagi. Mereka akhirnya benci kepada sistem itu.

Kenapa perlu ubah sistem yang berkesan? Semasa saya mula-mula jadi pensyarah kami digalakkan mencabar penulis buku Barat misalnya, baca secara kritis, bukan untuk meniru sahaja.

Sekarang tak perlu berfikir. Ini biru atau merah? Satu jawapan sahaja. Sekarang anak muda tidak digalakkan berfikir, jadi mereka terima bulat-bulat apa saja yang disogokkan media sosial.

Menteri Pendidikan yang baharu (Dr. Maszlee Malek) berkata beliau hendak membuat pindaan dalam sistem pendidikan kita, saya rasa itu bagus. Beliau berkata rakyat mesti boleh berfikir, jangan jadi patung saja. Kalau sains sahaja diajar kepada mereka, maka mereka akan jadi patung. Menghafal saja, buat apa.

Macam mana di sekolah sekarang, geografi dan sejarah diabaikan. Golongan muda sekarang tak tahu tentang negara. Kalau kita kata, kereta api itu bermula di Gemas dan berhenti di Tumpat, mereka tidak tahu Gemas dan Tumpat di mana.

Mereka tidak tahu mengapa jalan kereta api dahulu, British sengaja mengelakkan (laluan) di negeri Terengganu. Sebab apa? Banjir dan angin (Monsun Timur Laut). Jadi sebab geografi diabaikan, mereka tidak tahu mengapa Terengganu langsung tak masuk laluan kereta api ketika di zaman British kerana ada masalah banjir.

Jalan raya tenggelam. Sekarang kita kata nak buat kereta api ke Pantai Timur, tak boleh. Sebab, tiap-tiap tahun ada masalah banjir.

Bagaimana Tan Sri melihat masa depan UMNO? Apakah UMNO masih relevan dan boleh diterima oleh orang Melayu khususnya golongan muda?

KHOO KAY KIM: Saya rasa ada masalah. Orang UMNO sudah lupa apa tugas mereka. Mereka menjaga diri sendiri, bukan menjaga masyarakat. Mereka tak faham apa tugas wakil rakyat. Mereka mesti berkhidmat kepada rakyat. Mereka mesti menganggap, diri mereka pemimpin kepada masyarakat.Mereka (UMNO) mahu rakyat tunduk kepada mereka, tak boleh.

Mereka dipilih oleh rakyat, jadi mereka mesti tunduk kepada rakyat. Mereka tidak faham apa itu demokrasi. Sekarang ahli politik bukan berkhidmat kepada rakyat tapi mereka cuba hendak menguasai rakyat. Ramai rakyat tidak faham ini. Ini politik eksploitasi namanya.

Ramai rakyat ingat, ahli politik itu adalah macam orang besar seperti zaman dahulu dan rakyat perlu tunduk kepada mereka. Sepatutnya mereka mesti menjaga rakyat. Sebab, sistem pendidikan tidak memberi penjelasan, jadi mereka tidak tahu.



Saya rasa soal penerimaan orang Melayu, itu terpulang kepada ahli-ahli UMNO itu sendiri. Mereka perlu sedar apa yang sudah terjadi kepada masyarakat Melayu sekarang. Mereka juga perlu menyesuaikan diri dengan keadaan baharu. Dan kalau mereka (pemimpin UMNO) masih ikut cara lama, susahlah (sambil mengerutkan dahi).

Pendapat saya, muka-muka lama tidak apa jadi pemimpin, asalkan mereka boleh menyesuaikan diri dengan keadaan baharu. Dan keadaan baru itu bererti mereka perlu sedar, sekarang mereka tidak boleh lagi sekat berita sebenar untuk disebarkan kepada umum.

Masalahnya, mereka (pemimpin UMNO) masih ikut cara lama. Mereka ingat masyarakat masih mundur. Golongan muda Melayu sudah terdedah kepada pelbagai jenis aneka pengetahuan yang beragam. Apa yang berlaku di Barat pun mereka tahu.

Media sekarang, kalau nak sampaikan berita ke seluruh negara cuma dalam beberapa minit sahaja. Dahulu tak boleh. Macam mana mereka boleh sekat (aliran maklumat) dengan akta-akta yang menyekat kebebasan orang muda berfikir?

Apa yang dipercayai golongan tua (pemimpin veteran) itu tidak relevan lagi dengan suasana sekarang kerana masyarakat di seluruh dunia sudah jauh berubah.

Cuma, satu aspek yang tidak baik, banyak maklumat yang disampaikan di media sosial bukan berasaskan kebenaran. Siapa pandai temberang dialah yang paling popular.

utusanonline

masih

$
0
0
masih



kita masih tidak mahu mengakui kelemahan
masih mahu berdiri dengan hanya tiang sebatang
tidak menjadi rumah tanpa tiang seri dan peneguh
kita masih mewajarkan apa yang terpita dalam jiwa
tidak mencuba mengumpul segala tidak dan belajar dari
puluhan penolakan. belajar menerima kerendahan dan
turunlah dari takhta keangkuhan. biarlah benang basah itu begitu
dan usah mempertahankan

kita harus menerima ketiadaan
kerana di dalamnya kita mencari lagi
mengisi dengan wujud baru dan isi segar
bukan bermain bahasa kerana mempertahankan
apa yang bukan benar
yang pergi biarlah
tapi apa yang masih bersama syukurilah

performing arts company

$
0
0
How to start a performing arts company



It’s a tough time for the Arts these days. The era when funding was plentiful is long gone and, today, the harsh reality of running theatre companies like the businesses they are is being forced on arts managers.

It’s a tough time for the Arts these days. The era of plentiful funding is long gone and, today, the harsh reality of running theatre companies like the businesses they are is being forced on arts managers. Paul Couch looks at how creativity and commerciality can be productive partners.



Structure

One of the first things to think about is whether your company will be profit or not-for-profit. Will you pay your actors and technical staff a fixed fee or profit-share? In the old days, repertory theatres thrived across the UK. There would be an actor/manager – usually the founder of the company – who would employ a group of performers and technical staff on a contract basis – usually a period of a year - at the end of which, those contracts would be re-negotiated. It would be possible in such circumstances for the same people to be working with the same company for a number of years, much as would be the case with a non-arts business.

These days, with the exception of senior management teams, people in the arts are far more likely to
Tips from an expert...

Mark Smith (pictured) is artistic director of Spike Theatre, a company he co-founded 15 years ago. He says: “The climate for touring [productions] has altered massively in the past 15 years and none more so than now; the current financial climate has had a massive impact on theatre, although support for new companies has never be so healthy.”



Smith offers the following tips for anyone thinking of setting up a professional performing arts company:


  • Go and speak to a company who have been around for a while (most companies are happy to talk); chances are they did the same.
  • Start small and grow in a considered way – a business plan, although boring, gives you a focus and an ambition, it also helps you open up a business account.
  • Work out who is responsible for what (book keeping, tour booking, website, etc) and identify any training you might need (the Independent Theatre Council has some great courses)
  • Be honest with each other about opportunities outside of the company (we all have to make a living) as these can open up opportunities for the company
  • Develop relationships with people and venues (go to networking events formal and informal), invite people to see your work and go and see theirs
  • Don’t be scared to ask for things – people can only say no (although be realistic, no-one is going to commission you)
  • Be nice to people, say thank you; manners go a long way
  • Remember if it is not fun, stop doing it.


be employed on a freelance basis, moving from company to company as work dictates. While this does not offer the stability of repertory work, it does provide both creative challenges for the employee and a moveable feast of staff costs for the employer.

Don’t forget that you will also need to create a limited company. It is also advisable to apply for charitable status.



Mission statement

For any company that will potentially depend on funding from external agencies, a mission statement is essential and should be one of the first things addressed.
What is your company’s aim?
Who will your audience be?
How do you intend to impact positively on the wider community?
While this mission statement is an important part of your governance, it will also be a cornerstone of your marketing and outreach strategies.

Funding

In the UK, funding for the arts has seen a swathe of crippling cuts in recent years. Many companies have folded, while others are producing fewer and fewer productions with smaller casts and much tighter technical budgets.

Arts Council England (ACE) is the first port of call for arts companies seeking funding; however, due a cut of 29.6 percent in its grant-in-aid from Central Government in 2011, there are now limited resources available and any arts companies seeking cash will need to put forward a compelling case.

Private sector sponsorship is also a possibility, either from individual companies or groups. However, especially if you intend to pursue this route, a viable business plan is a must. Check their websites to see if they have a Corporate Social Responsibility (CSR) policy and ensure that any unsolicited application is as professional as possible.

Other methods of funding are:
Co-production with established theatre companies
Trusts and foundations – many are looking for artistic merit and potential rather than charitable status
Individual giving – patrons are often willing to donate anything from a small amount each month to many thousands of pounds a year. It all depends on how you market yourself and how you’re satisfying your audience’s needs.



Bank account

Your company will need its own business bank account from day one. Most banks have a competitive early years business account to offer new businesses. Don't be afraid to shop around and ask for deals that might not readily be apparent.

Governance

The governance of your company is also one of the first things that you need to address. In an ideal world, you will need an Artistic Director, who will determine what the company produces, and an Executive Director (or Producer), who will guide how work is produced. This person will need a good eye for finance and the commercial aspects of the business. In smaller companies, they might also be responsible for the building of external relationships, fundraising, audience development, and the day-to-day management.

Before you embark, it is best to have a written plan of who is responsible for what, including detailed job descriptions.

If your company intends to include children or vulnerable adults in its work (as participants rather than audience), any employees who will come into contact with these groups will be required to undergo Criminal Records Bureau (CRB) checks.



Brand extension

Running an arts company isn’t just about putting on plays. You will need to develop supplementary revenue streams such as stagecraft training, confidence-building, role-play work for corporations, and even events management.

Marketing

Within the arts, the marketing function is notoriously considered the “poor relation”. There are many worthy theatrical productions that have fallen by the wayside for want of a viable marketing strategy.

The truth is that marketing should often comprise up to a third of your overall budget. These days the reality for performing arts is that free social media is coming into its own as a potent marketing tool. It’s also imperative to develop good relationships with regional and national print, online, and broadcast media.

Early on, create a database of your audiences (don’t forget the stringent rules of the Data Protection Act 1998) and maintain it rigorously. Someone – probably your Executive Director – will have to be registered as Data Controller.

workspace

kandang

$
0
0
Teater 'Kandang': Ungkapan manis kebebasan, keadilan hanya janji kosong?
Dania Zainuddin, Astro Awani
12 Ogos 2017

Teater 'Kandang' merupakan hasil adaptasi karya klasik George Orwell yang bertajuk Animal Farm ke dalam bahasa Melayu.

KUALA LUMPUR: Mampukah perjuangan atas nama kebebasan ataupun keadilan menjanjikan kesudahan damai dalam masyarakat?

Itu antara persoalan yang dibangkitkan dalam pementasan teater 'Kandang' arahan Omar Ali, di Pentas Seni Kuala Lumpur atau KLPAC bermula 10 Ogos hingga 13 Ogos ini.

Teater 'Kandang' merupakan hasil adaptasi karya klasik George Orwell yang bertajuk ‘Animal Farm’ ke dalam bahasa Melayu, dan ia adalah sebuah satira politik mengenai pemerintah Rusia, Joseph Stalin pada pertengahan abad ke-20.

"Walaupun dianggap sebagai sebuah alegori pada ketika itu, namun jalan ceritanya masih memiliki mesej yang simbolik dan relevan pada masa ini.

"Kami tiada niat untuk bermain politik atau memihak kepada sesiapa dalam pementasan ini. Ini bukan komentari untuk mana-mana individu.

"Apa yang kami mahu bincangkan adalah budaya kepimpinan di dalam dan luar negara. Contohnya konsep amanah, apabila kita bercakap pasal kuasa dan kelebihan memiliki kuasa, kita biasa lupa mengenai tanggung jawab yang perlu ada pada pemimpin," kata Pengarah, Omar Ali kepada Astro AWANI.

Adaptasi ini mengikuti jejak langkah sekumpulah haiwan ternakan di Ladang Jones yang berjaya mengusir keluar tuan ladang manusianya dan meraih kemerdekaan.

Namun, janji manis kebebasan dan kemakmuran terbukti janji kosong apabila mereka sendiri terjebak dengan pengkhianatan idealisme dalam bentuk korupsi dan kezaliman.

Teater 'Kandang' ini juga merupakan pementasan kedua bagi Omar dan bapanya Tan Sri Muhammad Ali Hashim, untuk berganding bahu dalam mengadaptasi dan menterjemahkan karya Inggeris ke dalam bahasa Melayu.

Sebelum ini, kedua beranak itu pernah menghasilkan pementasan Dato' Seri, iaitu sebuah adaptasi Macbeth oleh William Shakespeare ke dalam Bahasa Melayu.

"Saya mendapati ada juga segelintir yang sukar menerima tulisan atau karya asing kerana meilihat tradisi dan budaya yang jauh berbeza.

"Oleh itu, apabila kita terjemahkan ke dalam Bahasa Melayu, saya harap lebih ramai boleh memahami dan dapat pengajaran daripada cerita ini," kata Omar.

Sementara itu, Omar turut mengakui tentang persamaan cerita alegori 'Animal Farm' dengan sejarah kepimpinan tempatan.

"Saya dan ayah saya juga terkejut dengan persamaan yang ada. Kita dapati adalah proses untuk terjemah karya George Orwell kali ini terlalu mudah untuk diadaptasi dalam konteks budaya tempatan.

"Mesej utama dalam cerita ini juga bergantung kepada penonton. Kita mahu mereka mula berbual bersama dan berbincang mengenai hal-hal penting dalam masyarakat.

"Kita tidak mahu memberitahu mereka apa yang betul atau salah, tetapi kita harap ia boleh menimbulkan persoalan, dan seterusnya perbincangan supaya apa sahaja masalah boleh diselesaikan dengan cara yang baik," kata Omar.

Pementasan 'Kandang' menampilkan pelakon Ashraf Zain, Farah Rani, Clarence Kuna, Faez Malek, Nik Waheeda, Joe Chin, Zul Zamir dan Nabil Zakaria.

Mereka turut dibantu Pengarah Pergerakan, Ho Lee Ching untuk mendalami karakter haiwan, manakala perekatari Yusman Mokhtar untuk membentuk reka pentas dan diiringi Pengarah Muzik, Coebar Abel.

astroawani


Kandang penuh makna




Anak kecil main api, Terbakar hatinya yang sepi, Air mata darah bercampur keringat, Bumi dipijak milik orang.

Lagu keramat Warisan yang penuh maksud tersirat ini menjadi pilihan pengarah Omar Ali sebagai pembuka tirai teater Kandang yang akan menemui penonton di The Kuala Lumpur Performing Arts Centre (klpac), Jalan Sentul bermula malam ini sehingga 13 Ogos (Ahad).

Persembahan pada 10 hingga 12 Ogos ini akan berlangsung pada jam 8.30 malam, manakala pada 13 Ogos jam 3 petang.

Teater ini sebenarnya karya klasik George Orwell yang menggunakan judul Animal Farm dan kini diadaptasikan ke dalam bahasa Malaysia oleh Omar dan bapanya, Tan Sri Muhammad Ali Hashim.

Kandang adalah karya sastera klasik Inggeris namun adaptasi ke dalam bahasa Malaysia dibuat mengikut konteks budaya kepemimpinan tempatan.

Diterbitkan di England pada 1945, Animal Farm adalah sebuah novela alegori satira yang mencerminkan peristiwa Revolusi Russia pada 1917 dan kemudian ke era Kesatuan Republik Sosialis Soviet di bawah pimpinan Joseph Stalin.

Dua beranak ini tertarik memilihnya kerana mesej dan inti pati karya ini melangkaui masa serta masih relevan pada masa kini, terutama sebagai satu komentar terhadap budaya politik dan ekonomi serata dunia.

Kiasan hangat diperlihatkan menerusi dialog yang dilontarkan oleh barisan pelakon di atas pentas mungkin dapat mencetuskan minat dan memaut minda untuk menghayati inti pati cerita yang diketengahkan.

Kandang mengisahkan sekumpulan haiwan ternakan di Ladang Jones yang berjaya mengusir keluar tuan ladang dan mereka akhirnya meraih kemerdekaan.

Namun, janji manis kebebasan dan kemakmuran terbukti hanya janji kosong apabila mereka sendiri terjebak dengan pengkhianatan idealisme dalam bentuk korupsi serta kezaliman yang dilakukan golongan mereka sendiri.

Pelakon yang menjayakan Kandang ialah Clarence Kuna (Balau), Farah Rani (Bintaga), Faez Malik (Jalak), Ashraf Zain (Tunggal), Nik Waheeda (Pendek), Joe Chin (Gading), Zul Zamir (Markus), Nabil Zakaria (Bajak), Rezza Coebar (Pemuzik-Sudu) dan Endee Ahmad (Pemuzik-Santai).

Mereka dibantu Ho Lee Ching, seorang pelakon dan juga pengarah di klpac untuk mendalami karakter haiwan, manakala perekatari Yusman Mokhtar bertanggungjawab membentuk seni reka pentas diiringi oleh pereka tatabunyi Khairil Imran.

Pengunaan nama haiwan antaranya ayam (Jalak), kambing (Pendek), kerbau (Balau) dan babi (Tunggal) serta dialog ‘dedak’ mungkin menimbulkan persepsi kurang senang segelintir penonton terhadap teater ini.

Omar, 34, berkata, pementasan ini banyak diilhamkan peristiwa semasa. Dia membuat rujukan kepada kejadian kontemporari di dalam dan juga luar negara.

“Tujuan utama pementasan ini boleh ditafsirkan menerusi tajuknya, Kandang, yang secara literal boleh difahamkan sebagai ‘tempat atau ruangan berpagar’.

“Matlamat saya adalah untuk mempersoalkan dan meneroka maksud perkataan ini serta implikasi dan aplikasinya. Ruangan apa yang terpagar, sebenarnya?” katanya.

Mengulas pemahaman pihak tertentu yang mengaitkan teaternya dengan senario politik semasa, Omar meminta agar mereka bersikap terbuka.

“Ia hanya kemungkinan. Saya lebih suka membiarkan penonton buat interpretasi sendiri. Kita ada perbezaan pendapat dalam politik tapi perlulah bersikap terbuka.

“Cerita ini tak menyasarkan mana-mana pihak secara spesifik. Saya dan ayah dah berbincang, ia bukan untuk membenci mana-mana individu atau pihak tapi lebih kepada membenci perangai atau tabiat mereka yang melakukan kerosakan,” katanya.

Omar berharap semua pihak terbuka membicaraan perihal politik dan mereka tiada agenda untuk mengenakan sesiapa.

“Ia terbuka kepada penonton bagi menilai sendiri apa yang diketengahkan. Kami nak masyarakat membicarakannya kerana sebelum ini orang kita asyik naik angin apabila sentuh bab politik,” katanya.

metro



INTO THE KANDANG WITH KLPAC
Kirat

George Orwell’s literary masterpiece, Animal Farm, roars to life on the stage of the Kuala Lumpur Performing Arts Centre (KLPAC) with a Malaysian twist.


George Orwell’s grim tale of oppression, manipulation and abuse of power in Animal Farm was written as a critique of the Stalinist movement in Russia. Yet, the story remains as relevant as it did in 1945.

Animal Farm is the story of the animals on Manor Farm who fight the oppression of the wicked farmer, Mr Jones to become liberated beings free to enjoy the fruits of their labour. After winning the fight against Mr Jones, the place is renamed Animal Farm and the animals enjoy a brief period of paradise with equality for all. However, they’re soon manipulated into oppression by their own kind and wind up worse off than before.

A brief glance into the course of history since and even a cursory look at current events reveals the familiarity of this story in politics of today. The United States’ Commander-In-Chief spews out confusing statements every other day, the United Kingdom can’t seem to hold it together since the Brexit referendum results, the Middle East is enveloped in a seemingly endless storm while Asia tries to make sense of it all. Thus, now’s a good time as any to inspect this literary classic- which is exactly what Omar Ali did with a localised Bahasa Malaysia adaptation known as Kandang.


Omar Ali, Director of Kandang

Set to roar to life at Kuala Lumpur Performing Arts Centre (KLPAC) from 10th to 13th August, Kandang explores the premise that absolute power corrupts absolutely. “There will be references to our contemporary landscape both local and abroad as much of the execution of the play is actually inspired by current events,” says director Omar Ali who adapted the tale together with Tan Sri Muhammad Ali Hashim. “The main talking point is the word ‘Kandang’ itself, which literally translates to cage. My goal is to examine and analyse what this word means and represents.”


From left to right: Joe Chin as Gading (Squealer), Ashraf Zain as Tunggal (Napoleon) and Farah Rani as Bintaga (Snowball)

The two hour production brings sees Ashraf Zain as Tunggal (Napoleon), Farah Rani as Bintaga (Snowball) and Joe Chin as Gading (Squealer) who will be leaping about the stage in deliberate movements choreographed by Movement Director Ho Lee Ching. While Kandang may be a play, musical elements together with synchronised movements give it a nice light-hearted touch. It is satire after all, and the melodious tunes of traditional music instruments such as the gamelan and rebana composed by Music Director Coebar Abel give it a hauntingly wonderful Malaysian spirit.


Scenes of Kandang


Scenes of Kandang


Scenes of Kandang



Together with a witty script that perfectly balances playfulness with social commentary, Kandang is a brilliant reminder to never lose sight of vision and to always be weary of absolute power. We don’t want to unwittingly cage ourselves now, do we?

thepeak

t o p e n g

$
0
0
t o p e n g 



mau pakai topeng apa
berlindung dari jerkah dan hambat
marilah kita pakai topeng ini
kita akan jadi sangat mulia dan terhormat
konon pencinta dan pencandu teragung'
pakai topeng ini
kita akan keluar dari persembunyian
menari dan menyanyi
bahasaku dirobek
bahasaku dicarik
pakaikan di mukamu
di kakimu di kepalamu
di kakimu
topeng mulia ini
pakai pakai pakai
kita pencandu tercinta
bahasa kita

hala tuju bahasa Melayu

$
0
0
GAPENA minta kerajaan nyata hala tuju bahasa Melayu
Oleh Siti Haliza Yusop



KUALA LUMPUR: Kerajaan Pakatan Harapan (PH) diminta supaya segera menyatakan pendirian mengenai masa depan bahasa Melayu dan usaha memartabat serta mendaulatkannya sebagai bahasa kebangsaan seperti termaktub dalam Perkara 152 Perlembagaan Persekutuan.

Ketua Satu Gabungan Persatuan Penulis Nasional Malaysia (GAPENA), Datuk Zainal Abidin Borhan, berkata setakat ini masih belum ada kenyataan konkrit mengenai bahasa Melayu, melainkan kenyataan umum yang disifatkan berbentuk politik.

Beliau berkata, perbincangan mengenai hala tuju bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan dan pembinaan sesebuah negara bangsa perlu segera dilakukan kerajaan.

"Itu yang mahu kita dengar tetapi setakat ini ia belum dijelaskan lagi oleh kerajaan. Perlu ada penegasan dari kerajaan untuk menegakkan bahasa Melayu dan mendaulatkan pelaksanaannya bermula dengan peringkat sekolah.

"Dalam hal ini, penting sekali untuk kerajaan memastikan penyakit dan gejala 'multilingualism' tidak mempengaruhi dasar bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan di negara ini.

"Fenomena kepelbagaian bahasa itu tidak mengapa tetapi bukan multilingualism kerana ia membabitkan ideologi," katanya kepada BH di sini.

Kenyataan Zainal itu dibuat berikutan keresahan pejuang bahasa di negara ini mengenai nasib bahasa Melayu selepas Pilihan Raya Umum Ke-14 (PRU-14).

Antara yang banyak dibualkan ialah persoalan mengenai kedudukan bahasa Melayu dalam sistem pendidikan kebangsaan yang diterajui Perdana Menteri, Tun Dr Mahathir Mohamad.

Setakat ini hanya Ketua Umum PKR, Datuk Seri Anwar Ibrahim dilihat membuat kenyataan tegas berkaitan bahasa Melayu termasuk tidak akan bertolak ansur dengan mana-mana pihak yang cuba mencabar kedudukan bahasa kebangsaan itu.

Anwar dalam laporan BH 29 Mei lalu berkata, semua acara rasmi sama ada pada peringkat Persekutuan atau negeri ditadbir PH mesti mendaulatkan bahasa kebangsaan.

Bagaimanapun, beliau juga menyatakan perlunya keterbukaan bagi menguasai bahasa Inggeris dengan baik dan tidak menghalang penguasaan bahasa lain.

Zainal Abidin berkata, GAPENA bersama pergerakan bahasa yang lain akan menyerahkan memorandum kepada kerajaan mengenai pelbagai isu termasuk kenegaraan dan kedaulatan negara yang sudah lama menjadi perjuangannya.

"Kami akan mengadakan pertemuan bersama semua badan bahasa dijangkakan pada 25 Jun ini untuk berbincang terlebih dahulu sebelum memorandum ini dibawa kepada kerajaan.

"Banyak negara mempunyai bahasa kebangsaannya termasuk memiliki peruntukan (undang-undang) tetapi ada yang tidak dilaksanakan termasuk di sekolah dan kita tidak mahu ia berlaku kepada bahasa Melayu," katanya.

Sementara itu, Setiausaha Organisasi Parti Amanah Negara (AMANAH), Suhaizan Kayat, berkata usaha mendaulatkan bahasa Melayu menjadi keutamaan tanpa mengetepikan bahasa Inggeris.

Suhaizan yang pernah terbabit dalam Sekretariat Membantah Pengajaran dan Pembelajaran Sains dan Matematik dalam Bahasa Inggeris (PPSMI) berkata, pandangan dan keresahan pejuang bahasa itu perlu diberi perhatian oleh kerajaan.

"Bagaimanapun saya fikir disebabkan kerajaan ini masih sangat baharu lagi justeru Menteri Pendidikan, Dr Maszlee Malik perlu diberi peluang meneliti semua aspek sebelum kerajaan dapat menggubal dasar berkaitan.

"Pada masa sama, manifesto PH sendiri turut menyatakan peranan bahasa Melayu sebagai bahasa utama tetapi penggunaan bahasa Inggeris juga tidak boleh dinafikan dan kedua-duanya perlu seiring," katanya.

bharian

Dr Maszlee di Malam Baca Puisi

$
0
0

Acara Malam Baca Puisi PENA-ITBM-DBP untuk edisi Julai menerima kunjungan YB Dr. Maszlee, Menteri Pendidikan Malaysia.



Kesudian Dr Maszlee Malik, Menteri Pendidikan Malaysia meluangkan masa bersama-sama AJK PENA di Bilik Mesyuarat Rahimidin Zahari amat dihargai dan disanjung tinggi...Beliau mengadakan sidang akhbar dan bersantai serta bermesra dan berbicara dari hati ke hati berkaitan dunia kesasteraan tanah air,



Kehadiran ini besar maknanya untuk pembangunaan dan kemaajuan lalu lintas bahasa dan sastera tanah air. Barangkali sinar yang lebih terang akan menjelma di hari muka

Terrima kasih

muzik melayu

$
0
0

Alat Muzik Masyarakat Melayu

Oleh NORSUHAILA IBRAHIM

AHLI falsafah berpendapat bahawa manusia secara semula jadi mempunyai tarikan terhadap muzik. Hal ini benar kerana muzik menjadi kegemaran manusia sejak mereka dilahirkan lagi.

Muzik bukan sahaja dapat dinikmati melalui pancaindera, malahan dapat dirasai melalui hati dan perasaan. Muzik dapat memberikan kesan dalam kehidupan orang ramai melalui seni, irama dan lagu. Muzik juga dapat ditonton dan dipersembahkan melalui pelbagai cara, sama ada secara terus ataupun melalui media.

Persembahan muzik bukan sahaja dapat dilakukan dengan pelbagai cara, malahan dapat dipersembahkan oleh kaum lelaki mahupun wanita. Menurut Kamus Dewan pula, seni muzik merupakan gubahan bunyi yang menghasilkan hiburan dalam bentuk lagu dan irama yang indah dan menyenangkan.

 Alat muzik tradisi dimainkan dalam pelbagai acara.

Di Malaysia, seni muzik tradisional merupakan seni yang tidak lapuk dalam kalangan pelbagai etnik. Seni muzik tradisional merupakan warisan turun-temurun sesuatu kaum dan mempunyai keunikan tersendiri.

Pada zaman dahulu, muzik hanya dimainkan oleh golongan bangsawan atau untuk hiburan diraja sahaja. Namun begitu, terdapat juga muzik yang dimainkan untuk rakyat. Jelas di sini bahawa seni muzik pada zaman dahulu mempunyai hierarki tersendiri. Selaras dengan peredaran zaman, hari ini masyarakat bebas menikmati seni muzik.

Alat muzik juga merupakan lambang estetika dalam masyarakat kita. Alat muzik bukan sahaja dijadikan sebagai hiburan, malahan menjadi alat untuk penyebaran maklumat dan pembentukan sahsiah. Sesetengah alat muzik juga mempunyai unsur magis yang boleh menaikkan semangat dan digunakan dalam upacara tertentu.

Di Melaka, terdapat kesenian dondang sayang, nazam, dabus dan rebana keras. Di Kelantan pula, terdapat seni persembahan wayang kulit, makyung, menora, tari asyik, dikir barat dan rebana kercing. Di Negeri Sembilan, terdapat randai dan caklempong.

Di Johor, terdapat kuda kepang, zapin dan ghazal. Di Kedah pula terdapat jikey, wayang kulit gedek dan makyung laut. Di Perak, terdapat dabus dan hadrah. Di Pahang pula terdapat muzik gamelan, joget gamelan dan lagu rakyat.


Gong


Gong ialah alat muzik yang digunakan dalam muzik tradisional Melayu. Gong diperbuat daripada logam seperti tembaga dan besi. Gong dimainkan dengan mengetuknya secara berselang seli dan lazimnya dimainkan bersama-sama bonang, gendang dan serunai. Alat muzik ini dimainkan dalam muzik gendang silat, gendang keling dan gamelan.


Bonang


Bonang juga menghasilkan bunyi seperti gong tetapi bunyinya lebih halus dan pelbagai. Bonang mempunyai 10 buah canang yang dibuat daripada peranggu. Canang berwarna keemasan dan disusun kemas dalam dua baris dan diapungkan di atas dua ingkar. Bonang lazimnya dimainkan dalam persembahan gamelan.



Gendang

Gendang pula terbahagi kepada dua jenis, iaitu gendang ibu dan gendang penganak. Gendang dihasilkan dengan menebuk sebatang kayu. Kayu yang lazimnya digunakan untuk membuat gendang ialah kayu nangka. Setiap gendang mempunyai dua muka yang diperbuat daripada kulit kambing dan kulit lembu yang diikat pada gendang tersebut dengan menggunakan rotan atau tali.

Gendang boleh dimainkan bersama-sama serunai, gong dan alat muzik yang lain kerana bunyi gendang boleh dimanipulasikan mengikut keadaan. Gendang penting bagi memainkan muzik wayang kulit, gendang keling, silat dan muzik tradisional yang lain.


Serunai

Serunai merupakan alat muzik yang dimainkan secara tiupan. Terdapat pelbagai jenis bentuk serunai. Serunai yang paling terkenal di Malaysia ialah serunai Kedah dan serunai Kelantan.

Serunai dihasilkan dengan menggunakan pelbagai jenis kayu yang mudah ditebuk seperti pokok cili. Serunai mempunyai lapan lubang di bahagian atas dan satu lubang di bahagian bawah. Serunai dimainkan dalam muzik gendang keling, gendang silat, dan wayang kulit.



Kompang

Kompang ialah alat muzik yang berbentuk seperti tamborin tanpa kepingan besi di sekeliling. Terdapat juga kompang yang mempunyai kepingan besi di sekeliling yang menghasilkan bunyi yang lebih sedap didengar. Kompang merupakan antara alat muzik yang paling popular di Malaysia.

Kompang dimainkan dengan paluan tangan dan jari. Kompang digunakan dalam pelbagai majlis, seperti kenduri dan perarakan Hari Kebangsaan. Kini kompang digunakan bagi menyambut tetamu kehormat dalam sesuatu majlis.



Rebana

Rebana ialah alat muzik yang dipalu untuk menyampaikan pelbagai jenis pesanan pada zaman dahulu. Bunyi yang dihasilkan mempunyai makna tertentu, seperti serangan musuh, pengumuman diraja, pengumuman majlis dan kematian.

Kini rebana digunakan untuk persembahan acara kemasyarakatan dan persembahan lain. Rebana lazimnya dipalu pada Hari Kebangsaan dan dimainkan bersama-sama alat muzik yang lain. Pemukul atau pemalu rebana perlu mempunyai kekuatan dan stamina yang kuat bagi menghasilkan bunyi.



Gambus

Gambus berasal dari Timur Tengah yang dimainkan dalam pelbagai gaya muzik tradisional Melayu. Dalam sejarah, alat muzik ini dikatakan dibawa ke Malaysia oleh pedagang dari Parsi serta negara Timur Tengah yang lain. Alat muzik ini direka dengan seni yang amat halus dan diukir dengan teliti. Uniknya gambus dihasilkan hasil campuran pelbagai jenis kayu.

Gambus menghasilkan bunyi seakan-akan bunyi kecapi hasil petikan talinya. Gambus merupakan alat muzik utama dalam persembahan ghazal. Jika dilihat daripada corak yang diukir pada gambus, terdapat banyak unsur kesenian Timur Tengah yang ditonjolkan.

klikweb


menora

$
0
0
Pembangunan seni Menora
Oleh GARRET DAWUM


KUMPULAN Menora Sri Timur yang mempersembahkan lakonan Dua Saudara di Auditorium JKKN, baru-baru ini.

JIKA ditanya berkenaan teater tradisional Menora, ramai yang akan menggeleng kepala. Jawapan yang pasti adalah tidak tahu.

Perkembangan dramatari asal Selatan Thailand itu nampaknya tidak dipergiatkan secara menyeluruh. Kalau ada pun, ia dipentaskan sesekali sahaja tidak sama seperti teater moden yang sering mendapat perhatian.

Pelbagai usaha telah dijalankan untuk mengembangkan Menora yang kuat dengan elemen persembahan seperti lakonan, tarian dan nyanyian. Menora yang juga dikenali Nora atau Lakon Chatri dalam bahasa Thai mempunyai ciri-ciri asas dalam persembahan iaitu doa yang panjang. Doa diiringi dengan pergerakan kaki, lengan dan jari mengikut irama secara perlahan. Perkara itu yang perlu diketahui.

Jabatan Kebudayaan dan Kesenian Negara (JKKN) khususnya mempunyai usaha dalam memperluaskan pemahaman masyarakat kini kepada Menora yang sememangnya kaya dengan khazanah seni budaya.

Menggerakkan kegiatan teater seperti itu, JKKN menjadikan ia sebagai usaha konsisten yang perlu dijalankan dalam menguatkan ungkapan budaya tradisi dalam masyarakat Malaysia.

Bukan sahaja menora, JKKN juga berusaha kuat dalam mempromosikan teater tradisional lain seperti Makyong, Mek Mulung dan Jikey. Ini satu perkembangan yang baik kepada teater.

Baru-baru ini, JKKN telah memberi peluang kepada Kumpulan Menora Sri Timur dari Kelantan untuk mempersembahkan Menora di Auditorium JKKN, Kuala Lumpur.

Memilih Menora berjudul Dua Saudara sebagai tatapan, kumpulan ini nyata mempersembahkannya dalam gaya Malaysia dan digabungkan dengan beberapa unsur-unsur Makyong, Jikey dan Mek Mulung.

Biarpun pada asalnya Menora dilakukan untuk pelbagai tujuan, bukan untuk keagamaan sahaja, namun kadangkala dilakukan untuk tujuan ritual, dan perubatan, kini ia menjadi satu persembahan hiburan.

Suntikan watak lucu atau adegan lucu oleh pelakonnya yang dinamakan Peran membuatkan Menora Dua Saudara tidak jemu untuk ditonton.

Dua Saudara berkisar tentang Raja Besar dan Permaisurinya yang memerintah Kota Singa Maling mangkat menyebabkan takhta diwarisi dua orang puteranya, Cahaya Kaca sebagai Raja dan adindanya Cahaya Emas sebagai Raja Muda.

Seperti biasa isu percintaan menjadi konflik utama dalam Menora ini. Cahaya Kaca yang menjalinkan hubungan cinta dengan Puteri Raja yang bernama Puteri Wan Bunga mendapat tentangan daripada Raja Berma (ayahanda puteri). Tentangan itu mencetuskan pergaduhan dan Cahaya Kaca berjaya dikalahkan.

Tidak mahu dirinya terus ditindas, Cahaya Kacatelah meminta pertolongan adindanya (Cahaya Emas) yang mendapat ilmu di pertapaan Maharesi. Kehebatan Cahaya Emas tiada tandingannya dan dia berjaya memperoleh Puteri Wan Bunga daripada tangan ayahandanya.

Kisah itu tidak hanya terhenti di situ kerana Cahaya Emas telah dibunuh oleh kekandanya sendiri akibat satu fitnah yang ditimbulkan.

Cerita itu menjadikan menora ini mendapat perhatian daripada penonton yang hadir. Sememangnya, teater tradisional seperti ini mempunyai potensi untuk dikembangkan.

utusanonline


Menora bukan sekadar seni

Oleh WAN ZULKIFLI WAN YAACOB


AH Tid bersama sebahagian anggota kumpulannya dalam satu persembahan di Tumpat, baru-baru ini. - UTUSAN/ROSNI MASRI

PASIR PUTEH 27 Jan. - Ah Tid a/l Ah Sing, 40, sudah mula terdengar alunan bunyi-bunyian seperti decing simbal, paluan gong, gesekan rebab dan tiupan serunai sejak dia dilahirkan di kampung Bukit Yong.

Malah dia juga sering melihat ayahnya dan anggota keluarga lain menyanyi, menari, berlakon dengan latar bunyi-bunyian itu yang kemudian beransur-ansur menyemai rasa seni dan akhirnya tertanam kejap dalam jiwanya.

Dia sentiasa dibawa bersama ibunya semasa menemani ayah atau datuknya mengadakan persembahan menora atau juga dikenali dengan sebutan 'Noro'di negeri ini pada majlis-majlis keramaian, selain yang berkait dengan upacara keagamaan Buddha.

Makin dia membesar di kampung kelahirannya, makin bertambah pengalaman seni itu pada dirinya, sedangkan mereka yang sebaya mula merasa ia cuma bunyi-bunyian yang sekadar mengganggu.

''Saya masih sempat melalui pengalaman ini dan berharap anak saya juga dapat menghayati rasa seni lagi sebagaimana saya, ayah dan datuk mereka dahulu, walaupun bukan mewarisinya'' ujar Ah Tid.

Drama tari tradisional itu kian meniti era senja dan lebih kerap diperkatakan apabila mengimbau nostalgia berkaitan suasana kehidupan silam atau suatu bahan tesis akademik yang panjang.

Ketika menora hampir lenyap di Kelantan dan cuma masih diberi nafas oleh Eh Chom, 65, dengan kumpulan Cahaya Bulan di Jong Bakar Tumpat, Ah Tid mula dikenali tahun lalu dengan Kumpulan Cit Manis sempena nama pentasnya, Cit.

Kemunculannya di kawasan penempatan 30 keluarga masyarakat Siam di Bukit Yong itu sekurang-kurangnya menjadi penyendal sekiranya Eh Chom tidak lagi mahu menjadi peneraju kumpulan dan memainkan peranan Tok Menora di Kelantan.

Menurut Ah Tid yang juga seorang peniaga, dia sebenarnya turut terdedah dengan muzik moden dan merupakan salah seorang anggota band di Kota Bharu, namun warisan menora begitu menebal dalam jiwanya.

Bekas pelajar Sekolah Menengah Kamil itu menceritakan datuknya, Cha Biu dan ayahnya, Eh Chan juga merupakan pemain menora dan mereka di luar sedar mengasuhnya mencintai kesenian itu.

''Namun saya belajar dengan seorang anggota keluarga, Eler atau gelaran Melayunya Tok Mamat dari Bukit Yong dan kemudiannya dengan Cha Nim di Bukit Panau, Tanah Merah.

''Masa remaja saya turut kumpulan Tok Mamat dengan bermain alat muzik. Dia ajar saya kuasai semua jenis alat yang digunakan, lepas itu dia mengajar tari di rumah," ujarnya.

Katanya, selepas melihat keupayaannya, Cha Nim pula mula memberi kepercayaan dan menawarkannya peranan Tok Menora atau Pak Situng ketika berusia 36 tahun.

''Bersama Cha Nim, kami bermain di kampung-kampung atau majlis tertentu tetapi tidaklah begitu kerap, hanya sekali sekala," ujarnya.

Selepas kematian Cha Nim dua tahun lalu, dia tidak mahu menora lenyap dengan ketiadaan gurunya, lalu mewujudkan kumpulan Cit Manis dengan 16 anggota.

Kumpulannya mula menjadi perhatian apabila muncul dalam satu majlis rasmi di Tumpat baru-baru ini dengan persembahan yang segar dan menarik selama 30 minit.

''Persembahan pada masa lalu biasanya bermula pukul 8.30 malam hingga 12 malam. Masanya cukup panjang dan susah untuk mengajak orang menonton berterusan.

''Jadi kita kena singkatkan dan lebih banyak unsur yang menarik perlu diselitkan," ujarnya sambil memberitahu dia menerima bayaran RM2,000 untuk kumpulannya.

Menurut Ah Tid, beliau akan terus mengadakan persembahan selagi ada permintaan dan berharap masih ada masa depan buat menora ketika minatnya masih membara.

''Menora seperti persembahan seni tradisional Kelantan yang lain cukup menarik perhatian pelancong. Mereka amat menghargai nilainya.

''Bagi saya menora bukan sekadar seni yang dikaitkan dengan tradisi keagamaan masyarakat Siam tetapi ia sebenarnya menambahkan keunikan dan kekayaan kesenian tradisional Kelantan," ujarnya.

utusanonline



Kongkru dalam seni menora bukan jampi serapah
Oleh Siti Haliza Yusop


 
PENGGIAT menora, Khun Eh Tik. - Foto Shiraz Ali

KEKELIRUAN rutin kongkru yang menjadi persembahan permulaan dalam seni menora atau juga dipanggil sebagai manora menyebabkan masyarakat khususnya, yang beragama Islam menganggapnya sebagai seni berunsurkan khurafat dan tahyul.

Seni itu juga pernah diharamkan di Kelantan meskipun peranan masyarakat Melayu dalam persembahan menora hanya terhad sebagai pemuzik dan penari sahaja.

Kaitan sejarah Kelantan, Pattani


SENI menora pernah diharamkan di Kelantan meskipun peranan masyarakat Melayu dalam persembahan menora hanya terhad sebagai pemuzik dan penari sahaja. - Foto Shiraz Ali

Bagaimanapun, pembabitan masyarakat Siam dan Melayu dalam seni tradisi yang dipercayai berasal dari Songkhla itu, dapat dikaitkan dengan sejarah Kelantan sendiri yang pernah menjadi sebahagian daripada Pattani.

Tidak hairanlah bagi penggiat menora, Md Gel Mat Dali, seni tradisi masyarakat Thai itu bukan sahaja diperjuangkan masyarakat Siam, bahkan turut disertai masyarakat Melayu di Kelantan selepas dimulakan nenek moyang mereka ratusan tahun lalu.

"Dalam menora, watak utama iaitu Pak Sitong yang banyak menyebabkan kekeliruan dalam kalangan umat Islam, terutamanya apabila permulaan persembahan dimulakan dengan rutin kongkru.

"Sebenarnya tiada jampi serapah atau mempunyai kaitan spiritual dalam kongkru sebaliknya ia sekadar ingatan kepada guru yang banyak mencurahkan ilmu kepada pemegang peranan Pak Sitong," katanya kepada Sastera&Budaya selepas Bual Bicara bersama PUSAKA, di sini.

Sesi kendalian Pengarah Urusan PUSAKA, Pauline Fan itu turut disertai dua lagi penggiat menora, Khun Eh Tik dan Nuai Bute.

Menora berasal daripada kisah dalam tradisi Buddha mengenai seorang puteri kayangan yang jatuh hati kepada Putera Phra Suthon, manakala gerak tari yang dipersembahkan dalam seni itu menggambarkan gerak tangan lincah yang digunakan oleh putera itu bagi memikat Menora.

Cabaran penggunaan, pemahaman bahasa


PERSEMBAHAN Menora di Black Box Publika Solaris. - Foto Shiraz Ali

Menurut Md Gel yang juga anggota Kumpulan Manora Cik Manis Bukit Yong, meskipun gigih menghidupkan seni tradisi itu, pihaknya turut berdepan cabaran, termasuk penggunaan bahasa Siam yang sebahagian besarnya tidak difahami pemuzik.

"Bagaimanapun, selepas sekian lama bergiat dengan menora, pemuzik yang dari kalangan masyarakat Melayu berupaya membina koordinasi bersama pelakon dan penari dalam setiap persembahan dijayakan.

"Persefahaman yang dijalin antara masyarakat Melayu dan Siam dalam memperjuangkan Manora juga membolehkan seni tradisi ini mencapai lebih ramai ahli masyarakat di luar sana," katanya.

Sementara itu, Eh Tik yang sering membawa watak Pak Sitong dalam pementasan Manora berkata, beliau sudah mengenali seni tradisi itu ketika masih berusia belasan tahun.

"Saya bermula dari bawah ketika mula menggiatkan diri dengan seni ini.

"Paling utama, seseorang itu perlu memiliki ketahanan dan bersedia berusaha memahirkan diri kerana untuk membawa watak Pak Sitong memerlukan kita melalui proses pembelajaran yang gigih.

"Satu persembahan penuh Manora boleh berlangsung selama berjam-jam sehingga bukan mudah menghafaz lagu dan dialog tetapi apa yang penting, saya mahu apa persembahan yang diberi dapat dinikmati penonton," katanya

bharian


Baik Punya Concert 4D

$
0
0

Baik Punya Concert 4D menampilkan empat sahabat berbakat iaitu Dato’ Awie, Dato’ Afdlin Shauki, Dato’ AC Mizal dan Dato’ Hans Isaac. Ya, 4Dato’ di dalam 4Dimensi! Tiada kena-mengena dengan nombor ekor, harap maklum.

Chemistry di antara 4 orang seniman ini amat kuat dan sentiasa berjaya menghiburkan penonton. Kejayaan filem Baik Punya Cilok, Cuci, Buli, serta pertunjukan teater Cuci The Musical, dan Teater Baik Punya Cilok adalah bukti bahawa persahabatan mereka bukan saja menjadi di dunia luar malah di layar filem dan juga di atas pentas.

Baik Punya Concert 4D bukan sahaja akan menonjolkan nyanyian, malah Baik Punya Concert 4D mempunyai naratifnya yang tersendiri tentang perjalanan hidup empat sahabat ini yang akan dipersembahkan dalam sketsa-sketsa pendek.

Nyanyian Dato’ Awie, Dato’ Afdlin Shauki, Dato’ AC Mizal dan Dato’ Hans Isaac akan diiringi oleh sebuah kumpulan muzik yang diterajui pengarah muzikal terkemuka, Datuk Acis.

Penceritaan Baik Punya Concert 4D pula akan dibantu oleh seorang pelipur lara etnik yang tidak asing lagi iaitu
Encik Kamrul Hussin (dari kumpulan muzik tradisional Geng Wak Long).

Senarai lagu yang akan dipersembahkan pasti akan membuat penonton turut menyanyi, menari dan bersama menggegarkan panggung Istana Budaya. Dari lagu original muzikal Cuci dan filem Baik Punya Cilok ke lagu-lagu evergreen sehinggalah ke lagu-lagu popular terkini. Baik Punya Concert 4D pasti akan membawa anda melangkaui jalan kenangan zaman-berzaman.

Baik Punya Concert 4D akan menemui penonton pada 26 Julai sehingga 28 Julai 2018 pada jam 8.30 malam di Istana Budaya, Kuala Lumpur. Harga tiket bermula dari RM98! Untuk sebarang pertanyaan tentang pakej korporat atau pembelian secara pukal, sila hubungi Tall Order Sdn. Bhd. di talian 03-4253 2241





Lalu Muhammad Zohri

$
0
0


Kisah Lalu Muhammad Zohri, Latihan Tanpa Alas Kaki Karena Tak Miliki Sepatu Khusus Lari


Sprinter muda Indonesia, Lalu Muhammad Zohri (tengah), merayakan kemenangannya pada nomor lari 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik U-20 di Tampere, Finlandia, Rabu (11/7/2018).


TRIBUN-BALI.COM - Lalu Muhammad Zohri berhasil mengharumkan nama Indonesia di ajang Kejuaraan Dunia Atletik U-20 dengan meraih emas di nomor 100 meter.

Zohri berhasil menjadi yang tercepat dengan catatan 10.18 detik.

Perjuangan Zohri menjadi juara dunia memang tidaklah mudah.

Dari cerita yang disampaikan oleh kakaknya, Baiq Fazilah, perjuangan Zohri untuk menjadi atlet nasional sangat berat.

Mengetahui kemenangan Lalu Muhammad Zohri di pentas internasional, Baiq Fazilah pun bersyukur.

"Setelah melihat videonya yang dikirim Zohri melalui WhatsApp, saya langsung menangis dan sujud syukur kepada Allah SWT," kata Baiq Fazilah yang dilansir BolaSport.com dari Kompas.

Lebih lanjut, Baiq Fazilah mengatakan bahwa adiknya tersebut ialah sosok yang pendiam dan tidak pernah menuntut apapun.

Dia juga bercerita tentang Zohri yang ketika latihan tidak memakai alas kaki karena tidak mempunyai sepatu khusus untuk lari.

"Dia (Lalu Muhammad Zohri) anaknya pendiam dan tidak pernah menuntut ini itu. Bahkan, kalau berlatih tidak pernah pakai alas kaki, karena tidak punya," ungkap Baiq.

Kini, Zohri berpeluang besar menggapai cita-citanya.

Pemuda berusia 18 tahun itu memiliki cita-cita yang mulia yakni membanggakan dan membuatkan sebuah rumah untuk keluarganya.

"Cita-citanya mau banggakan keluarga dan buatkan rumah," tutur Baiq Fazilah.

Lalu Muhammad Zohri merupakan anak bungsu dari empat bersaudara.

Ketiga orang kakak Zohri masing-masing bernama yakni Baiq Fazilah (29), Lalu Ma`rib (28), dan Baiq Fujianti (Almh). (*)

tribunbali



Kisah Lalu Muhammad Zohri, Debutan Pelari Pengganti yang Jadi Juara Dunia



SERAMBINEWS.COM - LALU Muhammad Zohri menyentak Indonesia dan dunia pada Khamis (12/7/2018) dini hari WIB atau Rabu (11/7/2018) petang waktu Tampere, Finland

Saat banyak orang Indonesia seperti banyak orang pula di belahan lain Bumi tengah "tersihir" ajang Piala Dunia 2018, Zohri membuktikan bahwa anak bangsa ini bisa menjadi juara dunia dari cabang olahraga lari jarak pendek.

Untuk pertama kalinya, nama Indonesia mencuat di ajang lari dunia kelompok umur 20 tahun yang digelar Asosiasi Internasional Federasi Atletik (IAAF World U-20 Championship), sejak hajatan itu pertama kali digelar pada 1986, bahkan di ajang dunia untuk kompetisi atletik yang mana saja.

Itu pun, dalam video yang disertakan IAAF dalam cuitan Twitter di atas, awal mulanya sosok Zohri disebut hanya laiknya sebagai "satu lagi nama pelari lain" yang ikut berlaga.


Berlaga di nombor 100 meter, Zohri yang baru pertama kali mengikuti ajang Kejuaraan Dunia U-20 ini menempati lintasan lari (lane) paling luar alias jalur kedelapan pada babak final.

Posisi tersebut kerap diasosikan dengan lintasan atlet tak diunggulkan, disebut terakhir seperlunya.

Siapa nyana, justru sosok ini yang menjadi juara.

Dari lintasan terluar, Zohri mempecundangi favorit juara dari nomor sprint 100 meter ini, Anthony Schwartz dan Eric Harrison dari Amerika Serikat.

Catatan waktu Zohri adalah 10,18 saat (dengan percepatan angin searah pelari 1,2 meter/detik).


Berikut ini rakam jejak Zohri, pelari asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, kelahiran 1 Julai 2000.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Kisah Lalu Muhammad Zohri, Debutan Pelari Pengganti yang Jadi Juara Dunia, http://aceh.tribunnews.com/2018/07/13/kisah-lalu-muhammad-zohri-debutan-pelari-pengganti-yang-jadi-juara-dunia.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Kisah Lalu Muhammad Zohri, Debutan Pelari Pengganti yang Jadi Juara Dunia, http://aceh.tribunnews.com/2018/07/13/kisah-lalu-muhammad-zohri-debutan-pelari-pengganti-yang-jadi-juara-dunia.

Debut Pelari Pengganti

Lalu Muhammad Zohri - (Dok PB PAS, diolah)

NAMA Lalu Muhammad Zohri pertama kali muncul dalam berita halaman olahraga harian Kompas adalah pada edisi Jumat, 15 Desember 2017.


Itu pun, benar-benar di baris terakhir artikel tentang evaluasi capaian para atlet dalam Kejuaraan Nasional Atletik 2017.

Belum, Zohri belum menjadi salah satu atlet yang dievaluasi itu.

Nama dia muncul pada baris paling akhir artikel adalah terkait kepastian kehadiran pelari pengganti bagi Iswandi, atlet lari estafet 4x100 meter yang cedera.

Harian Kompas menulis, "Pelatih estafet Eni Nuraini mengatakan telah menemukan pengganti Iswandi, yakni Lalu Muhammad Zohri dari Nusa Tenggara Barat."

Hingga edisi Selasa, 8 Mei 2018, harian Kompas—mengutip para narasumber dari PB Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI)—menyebut harapan cabang olahraga ini di Asian Games 2018 hanya dari nomor lari estafet, dengan Zohri sebagai salah satu pelarinya.

Bukan berarti Zohri tak punya capaian apa-apa selama bergabung ke Pelatihan Nasional (Pelatnas) PB PASI per awal 2018 itu.

Catatan waktu terbaiknya tidak pula hanya datang dari nombor lari estafet.


Catatan Waktu Terbaik Lalu Muhammad Zohri - (IAAF.org)

Pada Februari 2018, misalnya, Zohri sudah dikirim ikut uji tanding Asian Games 2018.

Di final, dia melewati garis finis nomor sprint 100 meter dengan catatan waktu 10,32 saat

Kemudian, saat dikirim uji tanding ke Amerika Serikat pada April 2018, Zohri juga sudah menyumbang medali perak untuk nomor 100 meter juga dengan waktu 10,33 detik.

Sebulan sebelum berlaga di IAAF World U-20 Championship, Zohri juga kembali menunjukkan peningkatan performa di nomor sprint.

Dalam ajang Kejuaraan Asia Atletik Yunior 2018 di Jepang pada Juni 2018, Zohri menyumbang emas dari nomor ini dengan catatan waktu 10,27 detik.


Catatan Waktu Lari Lalu Muhammad Zohri sepanjang 2018 - IAAF.org

Catatan waktu Zohri memang belum memecahkan rekor seniornya sesama atlet Pelatnas.

Merujuk data rekor PB PASI, waktu terbaik nomor 100 meter adalah 10,17 detik (dengan percepatan angin searah pelari 0,8 meter/detik) yang dibukukan Suryo Agung Wibowo pada 13 Desember 2009.

Namun, prestasi Zohri di ajang kompetisi junior selama 2018 sudah jauh melampaui mantan pelari nasional yang cukup terkenal pada masanya, Mardi Lestari, untuk nomor pertandingan yang sama.

Waktu terbaik Mardi di tingkat junior adalah 10,48 detik, dibukukan pada 4 Desember 1987.

Akurasi data di atas masih perlu dicek ulang juga, mengingat keterangan yang tertera menyebutkan, data tersebut adalah hasil pembaruan per 21 Januari 2015.

serambinews




Raja Ali Haji

$
0
0
Raja Ali Haji pujangga Melayu termasyhur
Oleh: WAN MOHD. SHAGHIR ABDULLAH



MENGENAI Raja Ali Haji sudah cukup banyak ditulis. Tulisan ulama ini yang dimuatkan dalam artikel ini merupakan petikan dan penambahan saja dari buku penulis yang berjudul Perkembangan Fiqh dan Tokoh-Tokohnya di Asia Tenggara, jilid 1. Penulis memulakan kisah ulama ini dengan kalimat berikut, “Ulama yang bermazhab Syafie (pengikut akidah Ahli Sunah wal Jamaah Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan pengamal Tarekat Naqsyabandiyah dalam sufiah, yang berasal dari Riau ini) lain pula kepopularannya.

Beliau lebih banyak mengarang di bidang ilmiah-ilmiah lain dari pengetahuan fiqh dan hukum-hukum keislaman, sehingga namanya sangat terkenal dalam bidang bahasa dan kesusasteraan Indonesia dan Malaysia”. Karangan mengenai bahasa Melayu menyerlahkan namanya menjadi tersohor bagi dalam masyarakat Melayu sendiri mahu pun pengkaji-pengkaji bahasa dari kalangan kaum penjajah terutama sarjana yang berasal dari Belanda.

Nama lengkap beliau ialah Tengku Haji Ali al-Haj bin Tengku Haji Ahmad bin Raja Haji Asy-Syahidu fi Sabillah bin Upu Daeng Celak, yang lebih masyhur dengan sebutan Raja Ali Haji saja.

Beliau dilahirkan di Pulau Penyengat Indera Sakti yang ketika itu menjadi pusat pemerintahan Riau-Lingga-Johor dan Pahang. Raja Ali Haji dilahirkan oleh ibunya, Hamidah binti Panglima Malik, Selangor, tahun lahirnya tercatat pada 1809. Raja Ali Haji mempunyai beberapa orang saudara, semuanya ada 16 orang. Mereka ialah:

* Raja Abdul Majid * Raja Abdul Wadud
* Raja Haji Umar/Tengku Endut * Raja Haji Ali
* Raja Abdullah (Amir Karimun) * Raja Usman
* Raja Abdul Hamid * Raja Muhammad Sa’id
* Raja Kecik * Raja Shaliha
* Raja Fatimah * Raja Aisyah
* Raja Shafiyah * Raja Maimunah
* Raja Hawi * Raja Maryam



Beberapa orang adik-beradik Raja Ali Haji yang tersebut di atas, mahupun keturunan-keturunan mereka yang berperanan dalam masyarakat Melayu akan diceritakan lebih lanjut dalam siri-siri yang berikutnya.

Sambungan petikan daripada karangan penulis sendiri dalam buku, Perkembangan Fiqh dan Tokoh-Tokohnya di Asia Tenggara, jilid 1, “Kira-kira tahun 1822 sewaktu ia masih kecil, ia pernah dibawa oleh orang tuanya ke Betawi/Jakarta. Ketika itu orang tuanya, Raja Haji Ahmad, menjadi utusan Riau untuk menjumpai Gabenor Jeneral Baron van der Capellen. Berulang-ulang kali Raja Haji Ahmad menjadi utusan (kerajaan Riau) ke Jawa itu, waktu yang berguna itu telah dimanfaatkan oleh puteranya Raja Ali untuk menemui banyak ulama, untuk memperdalam pengetahuan Islamnya, terutama ilmu fiqh. (Di antara ulama Betawi yang sering dikunjunginya ialah Saiyid Abdur Rahman al-Mashri. Kepada ulama ini Raja Ali Haji sempat belajar Ilmu Falak)”.

Selain dapat memperdalam ilmu keislaman, Raja Ali Haji juga banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan hasil pergaulan dengan sarjana-sarjana kebudayaan Belanda seperti T. Roode dan Van Der Waal yang kemudian menjadi sahabatnya. Kira-kira tahun 1827/1243H Raja Ahmad pergi ke Mekah al-Musyarrafah, puteranya Raja Ali Haji ikut serta.

Raja Ahmad dan Raja Ali Hajilah di antara anak Raja Riau yang pertama menunaikan ibadah haji itu. Raja Ali Haji tinggal dan belajar di Mekah untuk suatu masa yang agak lama. Semasa di Mekah Raja Ali Haji sempat bergaul dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani. Dalam beberapa bidang keislaman dan ilmu bahasa Arab Raja Ali Haji sempat belajar dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani yang ketika itu adalah sebagai seorang besar (sebagai Ketua Syeikh Haji dan sangat berpengaruh) di kalangan masyarakat Melayu di Mekah.

Ia bersahabat dengan salah seorang anak Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari iaitu Syeikh Syihabuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari. Barangkali ketika itu pulalah Raja Ali Haji sempat mempelawa ulama yang berasal dari Banjar itu supaya bersedia pergi ke Riau, menurut rencananya jika mendapat persetujuan akan dijadikan Mufti di kerajaan Riau. Dalam perjalanannya ke Mekah itu, Raja Haji Ahmad dan puteranya Raja Ali Haji pula mengambil kesempatan berkunjung ke Kaherah (Mesir), setelah itu kembali ke negerinya Pulau Penyengat, Riau.

Di kerajaan Riau-Johor pada zaman dulu memang ramai ulama pendatang di antaranya Habib Syaikh keturuan as-Saqaf, Syeikh Ahmad Jabarti, Syeikh Ismail bin Abdullah al-Minkabawi, Syeikh Abdul Ghafur bin Abbas al-Manduri dan ramai lagi. Apatah lagi saudara sepupu Raja Ali Haji yang bernama Raja Ali bin Raja Ja’far menjadi Yamtuan Muda Kerajaan Riau VIII (tahun 1845-1857) menggantikan saudaranya Raja Abdur Rahman bin Raja Haji Yamtuan Muda Kerajaan Riau VII (taun 1833-1845). Apabila Raja Ali Haji pulang dari Mekah beliau disuruh oleh saudara sepupunya itu mengajar agama Islam, (Raja Ali bin Raja Ja’far juga ikut belajar kepada Raja Ali Haji).

Agak lama juga Raja Ali Haji terjun ke dunia pendidikan. Dikatakan bahawa beliau telah mengajar Ilmu Nahu, Ilmu Sharaf, Ilmu Usuluddin, Ilmu Fiqh, Ilmu Tasauf dan lain-lain. Raja Ali Haji memang berkemampuan tentang berbagai-bagai ilmu pengetahuan Islam, bahkan beliau memang seorang ulama besar pada zamannya.

Ramai murid Raja Ali Haji yang menjadi tokoh terkemuka sesudahnya, di antaranya Raja Haji Abdullah yang kemudian menjadi Yamtuan Muda Riau IX, tahun 1857-1858, Saiyid Syaikh bin Ahmad al-Hadi.

Dalam ilmu syariat, Raja Ali Haji berpegang teguh dengan Mazhab Syafie, dalam iktikad berpegang akan faham Syeikh Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi, sedang dalam amalan tasauf beliau adalah seorang penganut Tarekat Naqsyabandiyah dan mengamalkan Selawat Dalail al-Khairat yang dibangsakan kepada Saiyid Sulaiman al-Jazuli, yang diamalkan secara beruntun sejak datuk-datuknya terutama Raja Haji as-Syahidu fi Sabilillah yang ketika akan meninggalnya masih tetap memegang kitab selawat tersebut di tangannya, sementara pedang terhunus di tangannya yang satu lagi.

Sambungan petikan Perkembangan Fiqh dan Tokoh-Tokohnya di Asia Tenggara, jilid 1, “Nama kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang bertambah masyhur dengan kemunculan Raja Ali Haji dengan pelbagai karangannya yang bercorak sejarah yang banyak dibicarakan oleh ahli bahasa dan sastera di Nusantara (Indonesia dan Malaysia), bahkan menjadi perhatian yang serius oleh orientalis Barat”.

Riau dikatakan sebagai pusat kebudayaan Melayu dan pusat perkembangan ilmu pengetahuan keislaman yang tiada tolok bandingnya di kala itu. Raja Ali Haji sebagai tokoh sejarah, ahli bahasa/sastera Melayu dan yang terkenal dengan “Gurindam Dua Belasnya” banyak dibicarakan orang. Akan tetapi belum begitu popular bahawa beliau adalah seorang ulama besar Islam (dunia Melayu). Tentang penulisan Ilmu Fiqh, Tauhid dan Tasauf Raja Ali Haji bukanlah seorang penulis yang produktif seperti gurunya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani.

Walau bagaimanapun diakui ada karya Raja Ali Haji ke arah itu di antaranya Jauharatul Maknunah.

Syair Sultan Abdul Muluk pernah diterbitkan oleh Roorda van Eysinga dalam Tijdshrift voor Nederlandsch-India, IX, 4, 1847M, dan diterbitkan di Batavia 1958 M.

Sambungan petikan Perkembangan Fiqh dan Tokoh-Tokohnya di Asia Tenggara, jilid 1, “Tentang karya-karya Raja Ali Haji yang tersebut di atas, penjelasan satu persatu adalah sebagai yang berikut, Gurindam Dua Belas banyak dibicarakan dalam pelajaran sastera. Drs. Zuber Usman dalam bukunya, Kesusasteraan Lama Indonesia, beliau menyalin beberapa untaian gurindam itu. Di antara gurindam fasal kesebelasnya.

Dinamakan Gurindam Dua Belas ialah kerana terdiri dari dua belas fasal. Yang terkandung dalam Gurindam Dua Belas ialah perkara yang menyangkut ibadat individu, kewajipan-kewajipan para raja dan sifat-sifat masyarakat, kewajipan orang tua kepada anak dan sebaliknya kewajipan anak kepada orang tua, dan lain-lain.

Sutan Takdir Ali Syahbana memuat Gurindam Dua Belas dalam bukunya Puisi Lama, tahun 1969 diterbitkan lagi dengan suatu pembicaraan Drs.Shaleh Saidi tentang gurindam itu. Penerbitannya diusahakan oleh Direktorat Bahasa dan Kesusasteraan, Singaraja. Gurindam Dua Belas pernah dikumpulkan oleh Elisa Netscher dan diajarkan dalam Tijdshrift voor Indische Taal, Land en Volkenkunde No. 2, tahun 1853 dengan judul De Twaalf Spreukgedichten.

Bustanul Katibin, ditulis tahun 1267H/1850M, diterbitkan dengan huruf batu (litografi) di Pulau Penyengat Riau. Kandungannya membicarakan penulisan bahasa Melayu, tatabahasa Melayu yang disesuaikan dengan tatabahasa (nahu dan sharaf) dalam bahasa Arab. Bustanul Katibin terdiri dari 31 pasal, tebalnya hanya 70 halaman.

Kitab Pengetahuan Bahasa, ditulis tahun 1275 H/1858M, menggunakan nama pengarang pada halaman depan cetakan Al-‘Alim Al-Fadhil Al-Marhum Raja Ali Haji ibni Al-Marhum Raja Haji Ahmad ibni Al-Marhum Yang Di Pertuan Muda Raja Haji Asy-Syahid fi Sabilillah Ta’ala ... , terbitan pertama, penggal yang pertama Matba’ah Al-Ahmadiah, 82, Jalan Sultan, Singapura, 10 Rejab 1348 H/11 Disember 1929.

Terbitan kedua telah penulis atau Khazanah Fathaniyah, Kuala Lumpur, usahakan tahun 1417 H/1996 dengan lampiran Sejarah Ringkas Matba’ah Al-Ahmadiah Singapura dan Raja Haji Umar bin Raja Hasan (Cucu Raja Ali Haji)]. Kitab tersebut adalah kamus bahasa Melayu yang lebih menekankan loghat Melayu Johor, Pahang dan Riau-Lingga. Cetakan pertama setebal 466 halaman, cetakan kedua 483 halaman dengan pendahuluan setebal 32 halaman.

Kitab ini tidak sempat selesai, hanya sampai pada huruf (Ca) saja.

Tsamratul Muhimmah, judul lengkap Tsamratul Muhimmah Dhiyafatu lil Umara’ wal Kubara’ li Ahlil Mahkamah. Diselesaikan pada hari Selasa, pukul 2, pada 10 Syaaban 1275H/1858M. Tempat diterbitkan ada dinyatakan pada halaman depan Office Cap Gubernement Lingga, 1304 H. Di halaman belakang dinyatakan ‘Tercap di Lingga An Street Printing Office, Muharam 1304H/1886M. Diterbitkan lagi oleh Khazanah Fathaniyah, Kuala Lumpur, 1420H/1999M (cetakan yang kedua), nombor siri 28 dengan ukuran 20.4 x 13.5 cm, setebal 79 halaman. Kitab tersebut adalah pedoman untuk raja-raja, hakim, menteri serta pembesar-pembesar lain dalam sesuatu kerajaan atau pemerintahan.

Salasilah Melayu dan Bugis (No. 6), ditulis pada 15 Rabiulakhir 1282H/1865M. Naskhah asalnya adalah dari Saiyid Syarif Abdur Rahman bin Saiyid Qasim, Sultan Pontianak, bin Syarif Abdur Rahman al-Qadri, bahawa naskhah itu telah ditulis oleh Haji Abdullah anak Khairuddin peranakan Juanah pada tahun 1282H atau 1865M.

Diterbitkan buat pertama kalinya (Matba’ah Al-Imam), Singapura, tahun 1329H/1911 M, kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggeris tahun 1926 dan dimuat dalam JMBRAS. Pada 1956 diterbitkan di Johor atas perintah Mayor Jenderal Sir Sultan Ibrahim, Sultan Johor ketika itu, dicetak di Pejabat Cetak Kerajaan Johor oleh Markum bin Haji Muhammad Said.

Kitab Salasilah Melayu dan Bugis yang ditulis dengan huruf Melayu/Jawi atau huruf Arab dalam bahasa Melayu/Indonesia itu pernah dirumi/latinkan oleh Sasterawan Negara, Arena Wati tahun 1972, diterbitkan oleh Pustaka Antara, Kuala Lumpur (Malaysia) dalam tahun 1973.

Kandungan Salasilah Melayu dan Bugis ialah menceritakan asal usul keturunan Bugis di Luwu’ Sulawesi, kemudian kejayaan di dalam pengembaraannya di bahagian Barat Nusantara setelah menghadapi pelbagai tentangan dan peperangan yang sangat hebat dan secara berentetan. Mereka dapat berkuasa di Riau, Selangor, Mempawah, dan tempat-tempat lainnya. Salasilah Melayu dan Bugis adalah sangat penting untuk menyusun sejarah Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan Malaysia.

Menyusul kitab Tuhfatun Nafis ditulis pada 3 Syaaban 1282H/1865M. Kitab Tuhfatun Nafis dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari Salasilah Melayu dan Bugis. Kitab Tuhfatun Nafis adalah yang paling terkenal daripada semua karangan Raja Ali Haji. Kandungannya dimulakan dengan menjelaskan sejarah Singapura, Melaka dan Johor yang kemudian dilanjutkan tentang Riau dikalahkan oleh Belanda. Secara terperinci menguraikan kejadian-kejadian bersejarah mulai tahun 1677M hingga ke tahun disusunnya kitab itu (1282H/1865M).

Dipaparkan dengan hebat kisah datuknya Raja Haji putera Upu Daeng Celak sehingga beliau mangkat menemui syahidnya di Teluk Ketapan, Melaka. Kitab Tuhfatun Nafis pernah diterbitkan oleh R. O. Winstedt dalam tahun 1932, dimuat dalam JMBRAS, dalam tahun 1965 oleh Malaysia Publication di Singapura dengan edisi tulisan Rumi/Latin, dan Tuhfat Al-Nafis Sejarah Melayu-Islam merupakan transliterasi oleh Virginia Matheson Hooker diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka tahun 1991.

Bagaimanapun, ada sarjana yang berpendapat kitab Tuhfatun Nafis bukan karangan Raja Ali Haji tetapi karangan ayahnya Raja Haji Ahmad yang terkenal itu.

Muqaddimah fi Intizham, judul lengkapnya ialah Muqaddimah fi Intizhamil Wazhaifil Muluki Khushusan ila Maulana wa Shahibina wa Akhina Yang Di Pertuan Muda Raja Ali al-Mudabbir lil Biladir Riyauwiyah wa Sairi Dairatihi, menurut Hasan Junus, ialah sebuah risalah tipis berisikan tiga buah wazifah untuk dijadikan pegangan oleh seorang pemegang kendali dan kemudi negeri ketika mengangkat rencana hukum sebelum menjatuhkan hukuman.

Seterusnya Syair Hukum Nikah atau Syair Kitab an-Nikah atau Syair Suluh Pegawai. Mengenai judulnya, Abu Hassan Sham menyebut, “Nama syair ini tidak pernah tercatat sebelum ini, tetapi ini bukan bermakna syair ini tidak disedari oleh sarjana-sarjana Barat. Mereka mengetahui syair ini dengan nama yang lain iaitu Syair Hukum Nikah atau Syair Kitab an-Nikah”.

Syair Sinar Gemala Mustika Alam, syair ini pernah diterbitkan oleh Matba’ah ar-Riyauwiyah Pulau Penyengat, tahun 1311H/1893M].

Jauharatul Maknunah, dinamakan juga Siti Shiyanah Shahibul Futuwah wal Amanah ditulis dalam bentuk syair. Kandungannya mengenai pelajaran fiqh, atau pelajaran agama Islam, yang digubah dalam bentuk puisi.

Jauharatul Maknunah diterbitkan oleh Matba’ah Al-Ahmadiah, 50 Minto Road, Singapura, pada 7 Muharam 1342H. Jauharatul Maknunah ditashih oleh Raja Haji Abdullah bin Raja Haji Hasan Riau, diterbitkan atas usaha Raja Haji Ali bin Raja Haji Muhammad Riau, Mudir Matba’ah Al-Ahmadiah yang ada hubungan keturunan kekeluargaan dekat dengan pengarangnya, Raja Ali Haji.



KETURUNAN

Putera/puteri Raja Ali Haji ada 17 orang iaitu:

1. Raja Haji Hasan, 2. Raja Mala’, 3. Raja Abdur Rahman, 4. Raja Abdul Majid, 5. Raja Salamah, 6. Raja Kaltsum, 7. Raja Ibrahim Kerumung, 8. Raja Hamidah, 9. Raja Engku Awan ibu Raja Kaluk, 10. Raja Khadijah, 11. Raja Mai, 12. Raja Cik, 13. Raja Muhammad Daeng Menambon, 14. Raja Aminah, 15. Raja Haji Salman Engku Bih, 16. Raja Siah dan 17. Raja Engku Amdah.

Raja Haji Hasan (No. 1) memperoleh 12 orang anak yang terkenal sebagai ulama dan tokoh ialah; 1. Raja Haji Abdullah Hakim, 2. Raja Khalid Hitam, meninggal dunia di Jepun, 3. Raja Haji Abdul Muthallib, 4. Raja Mariyah, 5. Raja Manshur, 6. Raja Qamariyah, 7. Raja Haji Umar, 8. Raja Haji Andi, 9. Raja Abdur Rasyid, 10. Raja Kaltsum, 11. Raja Rahah dan 12. Raja Amimah.

Senarai karangan Raja Ali Haji yang telah diketahui adalah seperti yang berikut

* Syair Sultan ‘Abdul Muluk, hari Rabu, 8 Rejab 1262H/1846M
* Gurindam Dua Belas, tahun 1846M
* (Bustanul Katibin lis Shibyanil Muta'allim), tahun 1267 H/1850M
* Kitab Pengetahuan Bahasa, tahun 1275 H/1858M
* (Tsamaratul Muhimmah), diselesaikan hari Selasa, pukul 2, pada 10 Syaaban 1275H/1858M
* Salasilah Melayu dan Bugis, 15 Rabiulakhir 1282H/1865M
* (Tuhfatun Nafis), 3 Syaaban 1282 H/1865M
* (Muqaddimah fi Intizham)
* Syair Hukum Nikah atau Syair Kitab an-Nikah atau Syair Suluh Pegawai
* Syair Sinar Gemala Mustika Alam
* (Jauharatul Maknunah), dinamakan juga Siti Shiyanah Shahibul Futuwah wal Amanah
- Koleksi tulisan Allahyarham Wan Mohd. Shaghir Abdullah


utusanonline



kasut sekolah berwarna hitam

$
0
0
Kasut hitam di sekolah mulai tahun depan
Oleh Norzamira Che Noh


SHAH ALAM: Pelajar di seluruh negara tidak lagi memakai kasut berwarna putih mulai sesi persekolahan tahun depan, sebaliknya mereka akan mengenakan kasut berwarna hitam.

Menteri Pendidikan, Dr Maszlee Malik berkata, keputusan membenarkan pelajar memakai kasut sekolah itu dibuat selepas mengambil kira pandangan ibu bapa yang diterima Kementerian Pendidikan sejak beliau menjadi menteri.

"Saya akan menyaksikan pelajar sekolah tidak memakai kasut putih lagi... mereka akan memakai kasut hitam.

"Itu harapan daripada ibu bapa. Bermula tahun depan, kita (murid) akan pakai kasut hitam di sekolah,"

katanya dalam program Bicara Minda Bersama Menteri Pendidikan di Kompleks Media Kumpulan Karangkraf di sini, petang tadi.

Beliau berkata, kebenaran itu adalah antara pembaharuan yang akan dilakukan bagi menarik minat ibu bapa untuk memilih sekolah kebangsaan ketika menghantar anak masing-masing menuntut ilmu.

Pada masa sama, pihaknya mahu memastikan pelajar sekolah di negara ini menguasai lebih daripada dua bahasa melalui sistem pendidikan negara.

Katanya, hasil pertemuannya dengan Duta Finland baru-baru ini, beliau dimaklumkan pelajar di negara itu menguasai sekurang-kurangnya empat bahasa.

"Justeru, saya berhasrat dan komited untuk pelajar Malaysia menguasai sekurang-kurangnya tiga bahasa dalam lima tahun ini," katanya.


Menteri Pendidikan, Dr Maszlee Malik dan moderator, Tan Sri Johan Jaaffar di Majlis Bicara Minda Malaysia Baharu dan Pendidikan Negara di Dewan Karangkraf, Kumpulan Media Karangkraf, Sekesyen 15. - Foto Roslin Mat Tahir

bharian

mengenang azmi yusoff

$
0
0
Penyair terkenal meninggal dunia
Oleh Nik Aminah Yazmeen Ramsa


AZMI Yusoff meninggal dunia akibat penyakit buah pinggang di Hospital Machang pada jam 6.30 pagi tadi. - Foto ihsan Facebook Azmi Yusoff

MACHANG: Penyair terkenal, Azmi Yusoff, 63, meninggal dunia akibat penyakit buah pinggang di Hospital Machang pada jam 6.30 pagi tadi.

Azmi meninggalkan seorang balu, Rozaiton Ismail, 47 dan lapan anak.

Rozaiton berkata, Azmi sempat berpesan kepadanya supaya menjaga lapan anak mereka yang berusia lapan hingga 14 tahun.

"Arwah mahu saya mengurus anak-anak dengan baik dan meminta maaf dengan saya.

"Dia sempat melafazkan dua kalimah syahadah sebelum menghembuskan nafas terakhir dengan tenang dan kami reda dengan pemergiannya," katanya ketika ditemui BH di kediamannya di Kedai Labok, di sini, hari ini.

Arwah pernah memenangi Hadiah Sastera Malaysia 1984/85 dan anugerah terbaru yang diterima arwah Anugerah Tokoh Penyair PERADABAN 2017, di Majlis Dialog Penyair Nusantara Sempena Hari Puisi Sedunia 2017, Peringkat Negeri Kelantan di Universiti Malaysia Kelantan (UMK), Bachok.

bharian



Azmi ibarat permata, sukar dicari ganti
Oleh Nik Aminah Yazmeen Ramsa


GAMBAR kenangan Azmi ketika menyertai acara sastera di Dewan Bahasa dan Pustaka Wilayah Tengah, Kota Bharu.NSTP


MACHANG: Berpulangnya penyair kelahiran negeri ini, Allahyarham Azmi Yusoff ibarat hilangnya permata buat semua pengarang kerana jasanya dalam dunia sastera negara cukup bernilai dan sukar dicari ganti.

Penasihat Persatuan Penulis Kelantan (PPK), Norhisham Mustaffa, berkata karya yang dihasilkan Azmi begitu terkesan untuk pembaca kerana mempunyai maksud yang mendalam.

"Sememangnya ada pepatah mengatakan, patah tumbuh hilang berganti, tetapi bagi saya kehilangan beliau tiada gantinya kerana sifatnya yang baik hati dan suka menolong kawan-kawan walaupun keadaan kesihatannya yang tidak baik, beliau tidak pernah berkira.

"Allahyarham adalah junior saya ketika di Universiti Kebangsaan Malaysia. Sejak mengenalinya lebih 40 tahun lalu, apa yang saya tahu beliau seorang yang cintakan dunia sastera.

"Setiap idea dan pemikirannya yang unik dihasilkan, akan diilhamkan melalui puisinya," katanya kepada Sastera&Budaya di sini, semalam.

Azmi, 63, meninggal dunia akibat penyakit buah pinggang di Hospital Machang pada jam 6.30 pagi, Khamis lalu.

Anugerah Tokoh Penyair PERADABAN 2017

Allahyarham pernah memenangi Hadiah Sastera Malaysia (HSM) 1984/85 dan anugerah terbaru yang diterima arwah ialah Anugerah Tokoh Penyair PERADABAN 2017 pada Majlis Dialog Penyair Nusantara Sempena Hari Puisi Sedunia 2017 Peringkat Negeri Kelantan, di Universiti Malaysia Kelantan, Bachok.

Norhisham berkata, ketika di bangku sekolah menengah, Azmi pernah memenangi tempat pertama Pertandingan Mengarang Puisi anjuran GPMS (1972), manakala ketika bergelar pelajar pula, beliau pernah memenangi Hadiah Sastera UKM (1979) dalam genre puisi dan skrip drama.

Beliau yang juga rakan baik Azmi berkata, kali terakhir beliau berjumpa dengan Allahyarham pada Mac lalu ketika Majlis Dialog Penyair Nusantara di UMK.

"Ketika itu sifatnya seperti biasa, hanya berbual mesra dengan semua rakan penyair lain dan tidak menunjukkan apa-apa yang luar biasa.

"Memang kehilangan Allahyarham begitu memberi kesan kepada saya sendiri dan rakan-rakan seangkatan kerana keunikan yang ada padanya sukar dicari ganti," katanya.

Sementara itu, penyair, Rosli K Matari, menyifatkan Azmi sebagai satu-satunya penyair di tanah air yang paling berwibawa dalam konteks penyair lirik.

"Bukan sekadar keterampilan rima akhir dalam pengucapannya, bahkan kehebatan mencipta keindahan jajaran larik asonansi dan aliterasi.

"Kemahiran dan kebijaksanaan menjajar lirik seperti ini tidak ditemui kepada mana-mana penyair lain. Kita kehilangan penyair lirik yang tidak didendangkan oleh kebanyakan pengkritik dan pengkaji," katanya.

bharian

Puisi-Puisi Azmi Yusoff

Azmi Yusoff 
SYAIR KEPADA TUHAN 

Allahuakbar 
maha segala yang sempurna Engkau 

bimbinglah aku ke ladang-hidayahmu 
aku ingin berbaring di ranjang-rahmatmu 


Allahurabbi maha segala yang lengkap Engkau 
iringlah aku ke jalan syufaatmu 
aku ingin berguling di taman-nikmatmu 

Allahuakbar 
Allahurabbi 
padamkanlah bara-raguku 
marakkalah unggun-rinduku 
kepadaMu,  semoga 
jarak akan semakin dekat 
cinta akan semakin hangat 
- aku kepadamu. 
1978.





tanah akhirku

$
0
0
Teater 'Tanah Akhirku' Di Istana Budaya Ogos Ini
Oleh Farah Nadhira Zairi



KUALA LUMPUR, 17 Julai (Bernama) -- Teater 'Tanah Akhirku' hasil nukilan pelajar Akademi Seni Budaya dan Warisan Kebangsaan (Aswara) Lim Mei Fen bakal dipentaskan di Istana Budaya bermula 8.30 malam dari 28 Ogos hingga 2 Sept ini sempena bulan Kemerdekaan.

Tanah Akhirku adalah sebuah naskhah yang membawa penonton melihat sendiri pembentukan Malaysia melalui perspektif yang berbeza. Idea pementasan ini diperoleh sendiri oleh Lim sewaktu menuntut di Aswara.

"Persekitaran majmuk di kampus ini memberikan pengalaman sebenar masyarakat Malaysia yang diidami. Di Aswara kepelbagaian budaya diraikan dan setiap pelajar mempunyai peluang untuk memahami budaya asing tanpa meninggalkan akar budaya masing-masing," kata Lim pada sidang media baru-baru ini.

Pelajar tahun akhir Fakulti Seni Teater Aswara yang bertindak sebagai pengolah cerita asal itu berkata, beliau komited dalam memastikan cerita tentang penghijrahan awal masyarakat Tiong Hua ke Tanah Melayu ini dipaparkan dengan teliti melalui naskhah tersebut.

Teater Tanah Akhirku dianjurkan oleh Gold Ray Sdn Bhd dengan kerjasama Istana Budaya dan Aswara. Isteri Perdana Menteri Tun Dr Siti Hasmah Mohd Ali merupakan penaung pementasan ini.

PELUANG MENYERLAHKAN BAKAT

Ketua Pengarah Istana Budaya Datuk Mohamed Juhari Shaarani berkata menerusi pementasan di Istana Budaya, peluang untuk menyerlahkan bakat mereka akan lebih meluas.

"Mungkin selama ini pementasan teater arahan pelajar hanya di sekitar kampus sahaja namun kali ini kami mahu menarik lebih ramai golongan muda untuk datang menyaksikannya di Istana Budaya.

"Ia sekali gus memberi pengiktirafan kepada mereka untuk menonjolkan bakat kepada masyarakat umum di pentas yang berprestij," katanya.

Beliau berkata naskhah yang penuh dengan suntikan elemen kemerdekaan dan cintakan negara amat bersesuaian untuk dipentaskan pada bulan Ogos dan menambah, elemen yang terkandung dalam teater tersebut bakal menaikkan lagi nilai patriotisme dalam diri penonton.

Teater yang diarahkan oleh Ashraf Zainal ini turut menampilkan barisan pelakon terkenal tanah air seperti Erma Fatima, Izzue Islam, Nina Nadira, Angelina Tan, Nave VJ dan Lim sendiri.

Tanah Akhirku akan dipersembahkan dalam tiga bahasa iaitu Bahasa Melayu, Bahasa Inggeris dan Cina dengan sarikata bahasa. Tiket boleh dibeli melalui http://airasiaredtix.com mulai 13 Julai dengan harga RM40, RM60, RM110, RM150, RM200, RM 250, dan RM350.

-- BERNAMA



Pementasan Teater Tanah Akhirku Sempena Bulan Kemerdekaan
Roni H. Ridwan


Bermula sebagai projek untuk penilaian projek tahun akhir di Aswara, akhirnya teater berjudul Tanah Akhirku bakal dipentaskan di Panggung Sari Istana Budaya pada 28 Ogos hingga 2 September 2018.

Penerbitnya, Mei Fen Lim berkata, teater Tanah Akhirku merupakan projek tahun akhirnya sebagai pelajar di Aswara yang telah dipentaskan pada bulan Januari lalu.

“Teater ini merupakan adaptasi daripada kisah benar dan saya berterima kasih kepada pihak Istana Budaya yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk menerbitkannya.

“Boleh dikatakan Tanah Akhirku ini memberi makna yang cukup besar buat diri saya, malah gembira apabila pementasan ini turut mendapat sokongan daripada rakan-rakan di Aswara,” ujarnya ketika ditemui semasa majlis pelancaran minggu lalu.

Diarahkan oleh pengarah Ashraf Zainal, teater tersebut turut membariskan beberapa pelakon lain seperti Erma Fatima, Izzue Islam, Nina Nadira, Nave VJ, Angeline Tan dan Mei Fen sendiri.

Ia mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis yang berasal dari tanah besar China iaitu Yin Feng yang datang ke Tanah Melayu untuk mencari kehidupan baharu bersama ibu dan adiknya.

Ditanya tentang cabarannya untuk menerbitkan teater berkenaan, Mei Fen memberitahu setiap cabaran yang datang tidak pernah melunturkan semangatnya.

“Bukan mudah untuk menerbitkan teater kerana memerlukan modal yang besar dan cabarannya sudah tentu apabila pihak penaja menarik diri pada saat-saat akhir.

“Namun begitu, ia tidak melemahkan semangat saya kerana teater ini memberikan makna tersendiri. Jika sebelum ini, saya hasilkan teater ini sebagai pelajar, kini saya tampil pula selaku penerbit,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Pengarah Istana Budaya, Datuk Mohamed Juhari Shaarani berkata, teater Tanah Akhirku ini bersesuai untuk dipentaskan sempena bulan kemerdekaan.

“Pihak kami berasakan naskhah teater ini bersesuaian untuk dipentaskan pada bulan Ogos bagi menyemarakkan lagi rasa cinta kepada negara.

“Elemen-elemen kemerdekaan dan cinta kepada negara yang terkandung dalam teater ini juga bakal menaikkan lagi rasa patriotisme penonton,” jelasnya.

Tanah Akhirku akan dipersembahkan dalam bahasa Melayu, China dan Inggeris dengan sarikata bahasa. Tiket-tiket berharga RM40, RM60, RM110, RM150, RM200, RM250 dan RM350 sudah boleh dibeli sejak 13 Julai lalu menerusi laman web http://airasiaredtix.com. – KopiPlanet.com




Khalid Salleh meninggal dunia

$
0
0
Aktivis teater Khalid Salleh meninggal dunia
23 Julai 2018 4:32 PM

Oleh: MOHD AL QAYUM AZIZI


Khalid Salleh meninggal dunia pada Isnin.

PETALING JAYA: Pelakon dan aktivis teater, Khalid Salleh meninggal dunia pada Isnin.

Allahyarham dilaporkan menghembuskan nafas terakhir pada usia 70 tahun di Pusat Perubatan Ampang Puteri dekat sini kira-kira pukul 3.20 petang.

Anak Allahyarham, Israr Khalid memberitahu bapanya mengalami kesukaran bernafas sejak dua hari lalu dan arwah dikejarkan ke hospital pagi Isnin sebelum dimasukkan ke Unit Rawatan Rapi (ICU) hospital berkenaan.

Kata Israr, sejak tahun lalu, bapanya sukar untuk membuang air kecil dan terlantar di katil sejak Mei lepas.

"Mula-mula dulu suspek prostat bengkak dan tadi doktor beritahu mungkin tibi dan kuman dah merebak sehingga jantung, paru-paru dan tulang.



Khalid bersama pengarah filem Jogho, U-Wei Shaari (tengah) dan Normah Damanhuri pada acara Festival Filem Malaysia 1999.

"Bagaimanapun Allahyarham meninggal dunia sekitar pukul tiga petang tadi," katanya yang memberitahu Allahyarham akan dikebumikan sebelum solat Maghrib, pada Isnin di Tanah Perkuburan Islam, Taman Kosas, Ampang.

Pada Januari lalu, nama Khalid menjadi sebutan apabila gambarnya yang menunjukkan dirinya dalam keadaan uzur menjadi tular di media sosial.

Bagaimanapun Khalid ketika itu memaklumkan dirinya dalam keadaan baik dan menyifatkan sakit dialaminya adalah perkara biasa bagi warga emas sepertinya.

Sepanjang kariernya dalam bidang seni, Khalid pernah menerima trofi Pelakon Lelaki Terbaik di Festival Filem Asia Pasifik ke-43 di Taipei, Taiwan pada 1998 menerusi filem Jogho.

Allahyarham adalah pelakon lelaki kedua menerima trofi tersebut selepas Seniman Allayharham Tan Sri P. Ramlee menerusi filem Anakku Sazali pada 1957 di Tokyo, Jepun.


Aishah turut melahirkan rasa terkejut dengan pemergiaan Khalid.

Khalid sekali lagi diberi pengiktirafan menerusi trofi sama menerusi Festival Filem Malaysia 1999.

Beliau juga pernah menulis buku Melayu Hilang di Dunia selain popular menerusi filem seperti Azizah The Legend dan Hanyut.

Sementara itu, penyanyi Aishah melahirkan rasa terkejut atas berita pemergian Allahyarham yang disapanya dengan panggilan Wak.

Penyanyi lagu Janji Manismu itu juga turut memuat naik gambarnya bersama Khalid ketika menziarahi pelakon itu pada hari raya Aidfilfitri lalu.

"Innalillahiwainnailaihirojiun... Menggigil kepala lutut mendapat berita pemergian 'Wak' Khalid Salleh sebentar tadi. Ya Allah ampunilah dosa2nya,luaskanlah kuburnya,letakkanlah rohnya bersama orang-orang yang soleh.

"Dialah pemikir, seniman, penulis ,aktor yang disegani dan lebih penting seperti abang sendiri. Tak sangka gambar yang diambil bersama gambar terakhir kami bersama pada hari raya pertama. Al Fatihah," tulisnya.

mstar



Khalid Salleh meninggal dunia
Aida Rizmariza Kamaruddin
23 Julai 2018

KUALA LUMPUR 23 Julai- Pelakon dan aktivis teater, Khalid Salleh menghembuskan nafas terakhirnya di Pusat Perubatan Ampang Puteri dalam waktu Zuhur hari ini.


KHALID SALLEH meninggal dunia Pusat Perubatan Ampang Puteri hari ini.
Menurut anak bongsunya, Mohd. Asyik, 24, bapanya itu tiba-tiba sesak nafas pagi tadi sebelum dibawa ke hospital tersebut.


“Ibu saya membawa ayah ke hospital pagi tadi selepas dia sesak nafas.

“Ketika ayah menghembuskan nafas terakhir semua berada bersama dia kecuali abang saya yang baru ke tempat kerja,” katanya ketika dihubungi Utusan Online sebentar tadi.

Bagaimanapun ketika ini, Asyik tidak dapat menjelaskan bila dan di mana jenazah ayahnya akan dikebumikan kerana masih dalam keadaan terkejut.

Pemenang Pelakon Lelaki Terbaik (FFM) 1999 menerusi lakonan hebatnya dalam filem Jogho itu sebelum ini pernah menjadi perhatian apabila gambarnya yang kelihatan uzur tersebar di laman sosial pada awal Januari lalu.

Selain Jogho, Khalid, 70, yang dilahirkan pada 29 Februari 1948 itu turut popular dengan filem-filem antaranya Penghujung Malam, Sayang Salmah, Azizah The Legend, Buai Laju Laju dan Hanyut. - UTUSAN ONLINE


Khalid Salleh, kehilangan besar dunia sastera, seni
Oleh Hafizah Iszahanid


KUALA LUMPUR: Pemergian penyair, pengarang, dramatis dan pelakon, Khalid Salleh, 70 atau lebih dikenali sebagai Wak Khalid dianggap kehilangan besar dalam dunia sastera serta seni.

Khalid meninggal dunia di Pusat Perubatan Ampang Puteri dekat sini, kira-kira jam 3.20 petang ini seperti disahkan Bahagian Komunikasi Korporat Institut Terjemahan & Buku Malaysia (ITBM).


Selain dikenali sebagai pelakon hingga pernah dinobat sebagai Pelakon Lelaki Terbaik di Festival Filem Asia Pasifik ke-43 di Taipei pada 1998 menerusi filem Jogho, Khalid juga terkenal sebagai pengarang.

Tiga karyanya diterbitkan ITBM, iaitu Pandirnya Si Pandir, Kalau Aku Jadi PM dan Kena Main, manakala buku politiknya Melayu Hilang di Dunia diterbitkan sendiri.

Ketua Pegawai Eksekutif ITBM, Mohd Khair Ngadiron, berkata pemergian Wak Khalid sangat dirasai kerana keperibadiannya yang mulia dan semangat kesenimanan yang tulen.

"ITBM pernah bekerjasama dengan beliau menerusi program Dari Stesen ke Stesen: Monolog Jual Ubat yang dipentaskan di lapan stesen kereta api utama tanah air.

"Malah beliau kerap bersama kami termasuk ketika membawa monolog berkenaan ke Indonesia. Beliau seorang yang sederhana dan melakukannya tanpa bayaran, sebaliknya dengan hasrat untuk mengeratkan hubungan antara Malaysia dengan Indonesia," katanya.

Mohd Khair berkata, Wak Khalid ialah seniman rakyat dan wira sebenar.

Sementara itu, Presiden Persatuan Penulis Nasional Malaysia (PENA), Dr Mohamad Saleeh Rahamad menyifatkan pemergian Wak Khalid sebagai kehilangan yang besar dalam perjuangan memartabatkan bahasa dan sastera.

"Beliau sangat jujur dan prinsip perjuangannya sangat jelas. Beliau kerap turun padang untuk bersama-sama dalam kegiatan sastera.

"Beliau juga sensitif dengan perkembangan semasa dan tidak takut untuk menyebut kepincangan politik yang dilihatnya," katanya yang menyifatkan buku tulisan Khalid seharusnya dibaca oleh generasi muda sebagai panduan.

Bagi pengarang dan penulis skrip drama pentas serta televisyen, Siti Jasmina Ibrahim yang pernah bekerjasama dengan Khalid untuk pementasan teater Jejak Pahlawan pada 1998 menyifatkan Wak Khalid sebagai seniman yang dekat dengan rakyat.

"Wak yang saya kenal sangat mahir dalam bidangnya. Beliau tahu apa yang dibuat dan dalam pemilihan pelakon, beliau teliti dan tahu kelebihan setiap pelakon.

"Karya dan diri beliau sendiri sebenarnya sangat dekat dengan alam," katanya.

Keadaan kesihatan Khalid yang semakin merosot diketahui sejak awal tahun ini tetapi Khalid ketika itu meminta berita mengenai keadaan kesihatannya tidak dilaporkan.

bharian

kuasa

$
0
0
KUASA


kotak-kotak kuasa bisa disusun
menjadi tali panjang menarik
kapal-kapal di lautan
atau menjadi tapak-tapak
dusun dan ladang percaturan
memudahkan hidup bangsa menarafkan perjuangan
atau ditinggikan menggapai awan
bisa bulan dan bintang
diturunkan di padang-padang
bertutur ddan berhambur kata
tanpa kotak kuasa
menjadikanmu semakin tersimpul
dalam cita-cita dan mimpi
fantasi dan realiti
hingga semuanya sekadar
salakan sebelum senja tiba.,...


Viewing all 955 articles
Browse latest View live